Ahad 11 Jun 2017 13:16 WIB

Erdogan Desak Blokade Qatar Diakhiri Segera

Rep: Puti Almas/ Red: Nidia Zuraya
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Foto: AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mendesak agar blokade Qatar yang dilakukan oleh sejumlah negara-negara Arab dihentikan segera. Ia khawatir bahwa hal ini semakin lama berlangsung hanya akan menimbulkan krisis kemanusiaan yang mendalam.

Pernyataan dari Erdogan datang hanya beberapa saat setelah kelompok hak asasi manusia, Amnesty Internasional memperingatkan bahwa blokade yang dilakukan terhadap Qatar membuat warga sipil negara itu terlantar. Beberapa diantara mereka harus menghadapi kemungkinan terpisah dari keluarga karena diusir dari negara yang saat ini ditinggali.

Seperti diketahui Arab Saudi, Mesir, Bahrain, dan Uni Emirat Arab (UEA) yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar pada Senin (5/6) lalu. Kemudian tiga negara lain, yaitu Yaman, Maladewa, dan Libya mengikuti langkah serupa.

Dengan pemutusan hubungan diplomatik, Arab Saudi saat ini telah menutup perbatasan antara negara itu dan Qatar. Jalur transportasi melalui darat, laut dan udara juga seluruhnya diblokade.

Selain penutupan jalur transportasi, pemutusan diplomatik dengan Qatar juga membuat warga dari negara itu yang menetap di Bahrain, Arab Saudi, dan UEA harus pergi. Mereka diberikan waktu selama dua pekan atau 14 hari untuk meninggalkan negara-negara tersebut.

Amnesty Internasional melaporkan bahwa ada 6000 keluarga di negara-negara Teluk Arab yang memiliki anggota berasal dari Qatar. Hal ini menurut Erdogan hanya akan memperdalam krisis kemanusiaan dan menimbulkan masalah yang semakin rumit di Timur Tengah.

"Kami akan melakukan segala cara untuk mengakhiri krisis di Timur Tengah dan tidak akan meninggalkan Qatar," ujar Erdogan dalam sebuah pernyataan, dilansir The Guardian, Sabtu (10/6).

Ia menuturkan bahwa keputusan untuk mengusir warga Qatar oleh negara-negara yang melakukan pemutusan hubungan diplomatik hanya membuat rasa takut bagi semua warga sipil. Ini juga bertentangan dengan hak asasi manusia setiap individu yang seharusnya mendapat perlindungan di tempat mereka tinggal.

Saat ini, Parlemen Turki juga telah mengeluarkan undang-undang baru yang mengizinkan bantuan militer dikirimkan ke Qatar. Bersama dengan Iran, kedua negara juga membantu rute penerbangan yang diblokade untuk segera dibuka.

Pasokan pangan, salah satunya susu segar juga dikirimkan oleh Turki dan Iran. Selama ini, Qatar menjadi salah satu negara yang bergantung pada makanan impor. Tercatat pada 2015 lalu, impor senilai hingga 1 triliun dolar AS dilakukan oleh Qatar dari Arab Saudi dan UEA.

Karena itu, dengan keputusan blokade, distribusi makanan bagi warga Qatar dikhawatirkan dapat terhenti. Beberapa saat setelah pemutusan hubungan diplomatik tersebut, banyak warga Qatar yang dilaporkan langsung berbelanja dalam jumlah besar untuk memasok makanan.

Sementara itu, Komite Hak Asasi Manusia Nasional Qatar (NHRC) mengatakan setidaknya ada 10 ribu warga negaranya terkena dampak blokade. Semua bidang yang mencakup pekerjaan dan pendidikan bagi mereka terganggu.

"Banyak keluarga yang mungkin harus terpisah dengan anggota mereka, kemudian pendidikan dari warga kami terganggu, dan pekerjaan mereka juga," jelas pernyataan NHRC.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement