REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di istana Firaun pula, Asiyah mengenal seorang pelayan istana bernama Masyitoh. Asiyah juga mengenalnya sebagai seorang ha mba yang juga taat pada Allah. Namun, kenyataan tersebut tak diketahui oleh Firaun. Kemalangan demi kemalangan menimpa Masyitoh dan membuat Asiyah sangat sedih atas diri perempuan tersebut. Suaminya, Hazaqil, dihukum mati ka rena telah menetang keras hukuman yang diberikan Firaun ke pada seorang ahli sihir yang menyatakan keimanannya kepada Allah dan ajaran Musa. Hazaqil mengembuskan nafas terakhir dalam keadaan tangan terikat pada pohon kurma dengan tubuh penuh ditembusi anak panah.
Masyitoh juga harus kehilangan anak-anaknya ketika Firaun akhirnya tahu bahwa perempuan saleh itu juga merupakan pengikut ajaran Musa, seorang nabi dari Bani Israel yang dulu pernah diangkatnya sebagai anak. Pada suatu hari, ketika Masyitoh sedang menyisir rambut putri Firaun, tanpa sengaja sisirnya terjatuh ke lantai. Tak sengaja pula, saat memungutnya, Masyitoh berkata, ‘’Dengan nama Allah, binasalah Firaun.’’ Mendengar ucapan tersebut, putri Firaun melaporkan hal tersebut kepada ayahandanya.
Firaun kemudian memaksa Masyithoh untuk mengakui ketuhanannya. Namun, Masyitoh tak mau melakukannya. ‘’Tiada Tuhan selain Allah,’’ jawab Masyitoh lantang. Lalu, tanpa belas kasihan, pengawal Firaun melemparkan satu per satu anak Masyithoh ke dalam api. Hati Asiyah semakin teriris tatkala giliran anak terkecil
Masyitoh juga dilempar ke dalam api. Dan, pada saat itulah, ia juga melihat sebuah kebenaran ketika tiba-tiba bayi yang masih dalam gendongan itu berkata, ‘’Wahai ibuku, bersabarlah. Sesungguhnya, engkau berada di atas kebenaran.’’ Setelah itu, giliran Masyitoh yang dilemparkan ke api menyusul anak-anaknya.
Melihat kekejaman tersebut, Asiyah tak mampu lagi menahan amarah. Dia mencecar Firaun dan menyatakan keinginannya untuk tidak lagi menjadi istri raja zalim tersebut. Firaun yang mendengar hal tersebut naik pitam. Ramses lalu menyeru pada kaumnya, ‘’Apa yang kalian ketahui tentang Asiyah binti Muzahaim?’’ Mereka pun menyanjungnya. Lalu Firaun berkata lagi kepada mereka, ‘’Sesungguhnya, dia menyembah Tuhan selainku.’’ Lalu, berkatalah orang Mesir mereka kepada rajanya, ‘’Bunuhlah dia!’’
Lalu dimulailah siksaan itu. Ramses memerintahkan para algojo nya untuk memasang tonggak dan mengikat Asiyah pada tonggak tersebut. Asiyah lalu diseret di bawah sengatan terik matahari. Kedua tangan dan kaki Asiyah dipaku dan di atas punggungnya diletakkan batu yang besar. Na mun, siksaan tersebut tak menyurutkan keimanan Asiyah. Tak sedikit pun rasa takut terukir di wajah cantiknya. Tak sedikit pun kesedihan yang terlukis. Siksaan itu justru menguatkan keimanannya.
Dalam siksaan itu, Asiyah pun berseru yang kemudian diabadikan dalam surah at-Tahrim ayat 11. ‘’Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.’’ Allah mengabulkannya. Dia mencabut seluruh rasa sakit yang dialami Asiyah. Lalu, senyum pun membentang ketika perempuan paling mulia yang bersuamikan manusia paling durjana di muka bumi itu mengembuskan napas terakhirnya.