Senin 12 Jun 2017 21:02 WIB

Negara-Negara OKI Harus Melakukan Sidang Darurat

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Gita Amanda
Din Syamsudin
Foto: Republika/Darmawan
Din Syamsudin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Chairman of Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) Din Syamsuddin mendesak negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk melakukan sidang darurat terkait konflik dan gejolak yang terjadi di Timur Tengah. Sidang tersebut mungkin tidak mudah dilakukan karena markas besar OKI berada di Jeddah dan sekretaris jenderal OKI berasal dari Arab Saudi.

"Tapi boleh jadi mungkin bisa mengundang negara-negara OKI yang tidak terlibat dalam konflik untuk bertemu di Jakarta, dan peran apa yang bisa dilakukan," ujar Din yang ditemui di rumah dinas wakil presiden, Senin (12/6).

Untuk diketahui, OKI merupakan organisasi internasional dengan 57 anggota yang memiliki seorang perwakilan tetap di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Din mengatakan, dari jumlah tersebut terdapat sekitar 40 negara-negara OKI yang tidak terlibat konflik dan bisa diajak oleh Indonesia untuk melakukan rekonsiliasi.

Selain itu, sebagai negara yang netral dan bebas aktif, Indonesia juga bisa berperan sebagai penengah dalam konflik yang kini terjadi di Timur Tengah. "Saya kira hal itu yang bisa dilakukan oleh Indonesia secara cepat sebelum dampaknya berlanjut, terutama jika terjadi eskalasi, apalagi kontak senjata maka saya kira susah nanti untuk melakukannya," kata Din.

Konflik dan gejolak yang terjadi di Timur Tengah akan berdampak pada bidang pariwisata Indonesia. Sebab, sejak kunjungan Raja Salman beberapa waktu lalu, jumlah wisatawan Timur Tengah yang datang ke Indonesia meningkat. Selain itu, menurut Din, jumlah wisatawan asal Rusia yang datang ke Bali ikut meningkat dan sebagian besar menggunakan maskapai penerbangan Qatar.

Tak hanya itu, tenaga kerja Indonesia di Qatar yang sebagian besar bekerja di bidang gas juga akan terkena dampak. Apalagi para tenaga kerja Indonesia tersebut menempati posisi-posisi strategis, dan berjumlah sekitar tiga ribu orang.

"Kita berharap tidak terjadi eskalasi dan para petinggi Arab, negara-negara islam itu memahami betul makna ukuwah islamiyah, maka jangan sampai pada bulan suci ramadan ini justru sesuatu yang bersifat aib sejarah dan nestapa sejarah terjadi," kata Din.

Menurut Din, gejolak politik di Timur Tengah dapat berdampak pada ibadah haji dan umroh. Sebab, banyak jemaah haji dan umroh yang menggunakan maskapai penerbangan Qatar. Selain itu, Qatar juga memiliki lalu lintas udara dan jadwal penerbangan internasional yang sangat padat.

Din mengatakan, Raja Arab Saudi memiliki gelar sebagai pelayan untuk dua tempat suci umat islam. Sehingga diharapkan Raja Arab Saudi perlu tabayun atau melakukan konfirmasi mengenai tuduhannya terhadap Qatar sebagai sarang teroris.

"Seyogyanya bisa diatasi, dan saya menduga sebagai pembaca politik islam global, ini tidak terlepas dari kunjungan Presiden Amerika Serikat Donald Trump beberapa waktu lalu," ujar Din.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement