REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ceko menjadi rumah bagi tak kurang dari 3.500 jiwa, sesuai dengan sensus nasional 2010. Jumlah tersebut kurang dari 0,1 persen dari populasi negara. Tetapi, mengalami pening katan dibandingkan 1991 yang hanya sekitar 495 jiwa.
Meskipun Ceko menolak pengungsi Muslim korban perang, banyak Muslim yang berada di Ceko merupakan imigran dari Bosnia Herzegovina dan bekas negara Uni Soviet, terutama wilayah Kaukasus. Mereka banyak berdatangan pada 1990. Selain itu, imigran Muslim juga banyak yang tinggal di Ceko merupakan keturunan Mesir, Suriah, dan Timur Tengah.
Biasanya, sebelum menetap, mereka datang untuk menempuh pendidikan. Selain itu, imigran Muslim Ceko dalah warga asli yang menjadi mualaf.
Namun, sesuai data pengurus Masjid Praha Vladimir Umar Sanka mengatakan, jumlah umat Islam secara perlahan tumbuh. Pada 2007 jumlah Muslim mencapai 12 ribu orang, tapi perkiraan terakhir mencapai 20 ribu orang, termasuk 400 Muslim yang baru memeluk Islam.
Sejak runtuhnya paham komunis di Ceko, masyarakatnya banyak yang beralih atheis. Pertengahan abad ke- 20 Ceko dikenal sebagai negara yang paling tidak religius. Muslim di Ceko mengakui, tidak mudah hidup di Praha. Apalagi, dengan situasi politik dengan pemerintahnya yang dirundung Islamofobia.
Seorang Muslim Ceko Talah Nadeem menceritakan perjuangan hi dup Muslim di negara tersebut. Isla mofobia terjadi di masa pemerintah an presiden Milos Zeman hingga saat ini.
Agak sulit menjaga moral dan menjaga keimanan saat tinggal di Praha. Ini karena Praha dikenal sebagai tempat pesta internasional. Di sana, harga air mineral lebih mahal dibandingkan alkohol, seks bebas tidak tabu, bahkan penggunaan obat-obatan terlarang bukan tindakan kriminal.
Nadeem merupakan pemeluk Islam moderat. Meski tidak mengonsumsi alkohol, minuman keras, dan hidup tanpa seks bebas, dia mampu menik mati hidup. Banyak Muslim yang ketika menolak hal tersebut dianggap sebagai paria (kasta terendah di India kuno).
Dia beruntung mendapatkan teman-teman yang tidak melakukan diskriminasi padanya. Namun, sikap toleran terhadap Muslim ini tidak dilakukan secara terbuka, sehingga banyak Muslim yang menyerah dengan tekanan untuk mengonsumsi alkohol.