REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum dari Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan Presiden Joko Widodo bisa mengintervensi Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Presiden dapat melakukan dengan cara memerintahkan parpol pendukung menarik anggotanya," kata Suparji kepada Republika, Selasa (13/6).
Suparji menjelaskan, Jokowi perlu melakukan intervensi kalau Pansus Angket KPK memang digunakan untuk membatasi kerja KPK dalam memberantas korupsi. "Dengan pertimbangan itu, maka angket KPK diminta dibatalkan dan mendesak presiden untuk turun tangan," kata dia.
Namun, menurut Suparji, sebaiknya publik mengikuti kerja Pansus Angket KPK. Sebab, DPR memang memiliki hak untuk melakukan angket terhadap lembaga yang dibentuk melalui undang-undang. Hak tersebut merupakan bagian dari pengawasan.
Suparji menambahkan, hal itu pula yang membuat Presiden tidak melakukan intervensi kepada DPR. "Presiden menghormati hak-hak DPR, wajar saja jika presiden menolak untuk mengintervensi hak angket DPR," ujar dia.
Kendati demikian, kerja Pansus Angket KPK perlu diawasi. "Jika nantinya ada penyimpangan bisa kemudian didorong supaya keberadaan Pansus Angket KPK ditinjau kembali," kata dia.
Pansus Angket KPK sudah mulai melakukan rapat sejak pekan lalu, kendati ada fraksi yang tidak mengirimkan wakilnya. Fraksi yang telah mendukung hak angket KPK tersebut antara lain Fraksi PDIP, Gerindra, Golkar, PPP, Hanura, Nasdem, dan PAN. Fraksi yang menolak hak angket KPK, yaitu Fraksi PKS, Demokrat, dan PKB.