Kamis 15 Jun 2017 21:50 WIB

Lewat Hak Angket, DPR Dinilai Cari Pembenaran Revisi UU KPK

Rep: Santi Sopia/ Red: Andri Saubani
Pekerja membersihkan kaca Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (5/8).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Pekerja membersihkan kaca Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (5/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch ( ICW) Emerson Yuntho menduga sebelum proses pengambilan Hak Angket DPR terhadap KPK berjalan, rekomendasi kesimpulannya bahkan sudah dibuat DPR. Emerson menduga  proses Hak Angket hanya setting-an belaka.

"Kenapa berprasangka buruk, jangan-jangan sudah ada setting-an. Kesimpulannya akan menyatakan KPK bermasalah. Ini udah kebaca lah sebenarnya sebelum ada proses ini berjalan kesimpulan rekomendasi sudah ada," kata Emerson pada acara rilis survei SMRC di bilangan Cikini, Jakarta, Kamis (15/6)

Emerson mencotohkan, DPR yang turut mengundang pakar atau guru besar dalam proses Hak Angket. Menurutnya, rekam jejak guru besar tersebut juga bisa dikatakan bukan figur yang pro pemberantasan korupsi, misalnya.  "Saya nggak bisa sebut siapa, nanti dilaporin lagi," katanya.

Emerson memandang proses Hak Angket DPR ini  sebuah pembenaran saja. Dicari apa proses yang pas untuk tujuan, kesimpulan rekomendasi atau tujuan bahwa KPK bermasalah dan ujung-ujungnya menjadi batu loncatan untuk merevisi UU KPK. "Itu semangat hak angket, menghambat proses, melindungi rekan, membuat malu KPK, mencari pembenar agar revisi UU KPK. Dari angket akan muncul kelemahan KPK, a, b, c, d," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement