REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama Ramadhan, banyak profesi "pinggiran" yang memainkan peranan penting dalam menunjang kesempurnaan ibadah kaum Muslim di bulan suci. Sebut saja para rela wan amil zakat yang bersiaga di sejumlah pusat perbelanjaan, marbut masjid yang setia mela yani umat, hingga dai-dai yang melakukan safari dakwah hingga ke luar negeri.
Dalam menjalankan tugas ter sebut, tentu saja ada lika-liku yang dihadapi oleh para "mujahid Ramadhan" itu. Seperti yang dialami Nia Luthfia (22 tahun), mi salnya. Perempuan itu telah menggeluti kegiatan sebagai rela wan amil zakat sejak beberapa waktu belakangan.
"Sebelumnya, saya pernah menjadi relawan di Badan Pengelola Zakat, Infak, dan Shadaqah (BPZIS) Mandiri. Tapi sejak tahun lalu, saya memutuskan untuk bergabung dengan Aksi Cepat Tanggap (ACT)," ujar nya kepada Republika.co.id, belum lama ini.
Pada Ramadhan kali ini, Nia kebagian tugas untuk menjaga gerai zakat di kawasan perkantoran yang terdapat di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Ta ngerang Selatan, Banten. Lokasi tersebut berjarak sekitar 35 km dari rumahnya yang berada di Cisoka, Kabupaten Tangerang, Banten. "Karenanya, jauhnya per jalanan yang harus ditempuh, setiap hari saya harus pulang per gi Cisoka-BSD dengan menggunakan jasa kereta api," ungkap ga dis itu.
Di BSD, Nia harus menjaga gerai zakat ACT dari pukul 08.00– 15.00 WIB, sesuai dengan jam kantor. Selama jam kerja tersebut, dia melayani rata-rata dela pan hingga selebas orang muzaki (wajib zakat) per harinya. Di antara mereka ada yang menyerahkan zakatnya secara tunai alias cash. Di luar itu, ada juga mu zaki yang menyalurkan uangnya de ngan cara mentransfer ke rekening ACT.
"Kadang, ketika saya berusaha membujuk calon muzaki un tuk menunaikan zakat, ada sebagian dari mereka yang menolak. Ini membuat saya merasa sedih. Tapi saya jadi bisa memahami hal semacam itu karena tingkat kesadaran umat Islam di Indo nesia untuk berzakat memang belum setinggi seperti di Negara Malaysia," ucapnya.
Nia mengaku, motivasinya men jadi relawan zakat Ra ma dhan karena ingin mengisi wak tu di bulan suci dengan ke giatan yang bermanfaat. Kebetul an pada saat pertama kali mela mar jadi relawan di BPZIS Man diri dulu, dia sedang libur kuliah. Karena itu, dia berharap profesi ini se kali gus bisa menjadi amal jariyah untuk dirinya. Sebab, se bagai relawan, dia tidak sekadar mengajak orang-orang untuk berzakat, tetapi juga sekaligus menjadi konsultan zakat buat mereka.
"Semakin banyak yang men jadi relawan zakat, insya Allah akan semakin banyak pula yang akan berdonasi, yang pada akhir nya akan semakin banyak juga jiwa-jiwa yg akan mendapatkan bantuan, manfaat, serta keberkahannya. Ini menjadi salah satu alasan yang membuat saya terpanggil untuk bekerja di ACT," kata Nia.
Selain mendirikan gerai di ka wasan perkantoran, ACT juga membuka booth zakatnya di pu sat-pusat perbelanjaan, seperti Carrefour (Transmart), Giant, Hero, dan Superindo. Di tempat-tempat itu, para relawan amil zakat ACT bekerja dari pukul 12.00–20.00 WIB. Dinamika perjuangan me ngum pulkan zakat selama Ra ma dhan juga dialami relawan dari Dompet Dhuafa (DD), Yatim (45). Pada bulan suci tahun ini, dia ha rus bergerak dari rumah ke ru mah untuk menghimpun donasi lewat program Jemput Zakat yang digulirkan oleh lembaga tersebut.
"Di program Jemput Zakat ini, kami harus siap melayani para muzaki yang berdomisili di Jabodetabek dalam durasi 24 jam sehari. Karena orang yang kami jemput zakatnya memiliki be ragam latar belakang profesi, se hingga waktu luang mereka pun berbeda-beda," ujar Yatim.
Pernah beberapa kali ia menjemput zakat ke rumah para peja bat yang memiliki profil mente reng. Di lain waktu. pernah pula dia melayani muzaki yang pe nam pilannya biasa-biasa saja, tetapi ternyata punya nominal za kat yang tinggi. "Pengalaman se ma cam ini bagi saya sangat unik, karena dengan bekerja sebagai relawan, saya jadi bisa memahami kesadaran masyarakat kita dalam berzakat," tutur pria itu.