REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Penyelengaraan Pemilu dari Fraksi PDIP Arif Wibowo menilai wajar sikap pemerintah yang kukuh menginginkan besaran angka ambang batas presiden atau presidential threshold. Hal ini berkaitan dengan kepentingan pemerintah demi menjalankan kebijakan dan program sistem presidential yang kuat.
"Dan untuk itu pemerintah punya keyakinan bahwa ambang batas pencalonan presiden di 20-25 persen itu adalah keniscayaan karena itu modal awal dasar terhadap terbangunnya koalisi yang lebih baik," ujar Arif di Jakarta pada Jumat (16/6).
Menurut Arif, adanya pemilu serentak memberi keleluasaan koalisi yang terbangun tidak secara mendadak. Sebab, pada Pemilu lalu koalisi dibangun kurang lebih hanya tiga bulan.
Sementara dengan Pemilu serentak, partai politik memiliki cukup waktu untuk membangun koalisi sejak awal. Bahkan, koalisi bisa terus langgeng dan dapat mendukung kebijakan pemerintah secara langgeng. Karena sebagai modal untuk dukungan presiden tidak hanya pada pencalonan tapi juga pasca pencalonan yang dilanjutkan ke penyusunan kabinet.
"Demi membangun pemerintah dan hubungan antara eksekutif dan legislatif yang stabil, itu tetep dibutuhkan. Ujung-ujungnya adalah kepentingan rakyat agar pemerintah lebih akuntabel," katanya.
Karenanya, Fraksi PDIP tentu akan memberikan dukungan kepada pemerintah jika tetap bersikukuh atas besaran angka tersebut demi mendorong pemerintahan yang efektif. Namun demikian, Fraksi PDIP tetap mendorong adanya musyawarah mufakat antar fraksi-fraksi di DPR.
"Sedapat mungkin kita mengambil keputusan secara bersama-sama yang bisa kita setujui bersama-sama. Makanya kembali pandangan fraksi-fraksi dan semangat untuk menjaga dalam semangat yg sama untuk ambil keputusan yang bisa disetujui bersama-sama," ujarnya.