REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan, pengadaan helikopter militer AgustaWestland (AW) 101 yang menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 224 miliar dengan menggunaan APBN 2016, diduga dengan cara lelang palsu.
"Jadi prosesnya kan pura-pura lelang, kemudian yang saya tahu proses pencairan bintang-nya tidak melalui mabes TNI," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Jakarta, Jumat (16/6).
Pencairan bintang yang dimaksudkan Agus adalah tanda bintang yang dibubuhkan dalam mata anggaran sebagai tanda mata anggaran itu tidak bisa dicairkan lebih dulu karena belum mendapat persetujuan Kementerian Keuangan.
Pada hari ini KPK mengumumkan penetapan tersangka dari pihak sipil dalam perkara tersebut yaitu Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh. PT Diratama adalah penyedia Helikopter AW-101.
Irfan dikenakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Irfan sebagai Direktur PT Diratama Jaya diduga juga pengendali PT Karya Cipta Gemilang (KCP). Keduanya adalah perusahaan peserta lelang pengadaan Heli AW 101 pada April 2016. Sebelum proses lelang dilakukan, Irfan sudah melakukan pengikatan kontrak dengan perusahaan AgustaWestland sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak Rp514 miliar atau 39,3 juta dolar AAS.
Padahal pada Juli 2016, saat penunjukan pengumuman dilanjutkan dengan pengikatan kontrak antara TNI Angkatan Udara dengan PT Diratama, nilai kontrak mencapai Rp738 miliar sehingga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp224 miliar. Helikopter angkut itu pun dikirim pada Februari 2017.
Selain menetapkan Irfan sebagai tersangka, POM TNI juga baru saja menetapkan kepala unit pelayanan pengadaan berinsial Kolonel KAL sebagai tersangka sehingga ada 4 orang tersangka yang berasal dari TNI.
Sebelumnya Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan tiga orang tersangka dari kalangan militer yaitu pejabat pembuat akta komitemn Marsekal Pertama TNI Fachri Adamy yang saat ini Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara, Letkol admisitrasi BW pejabat pemegang kas dan Pelda SS selaku staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu.
Penyidik POM TNI juga sudah memblokir rekening atas nama PT Diratama Jaya Mandiri selaku penyedia barang sebesar Rp139 miliar.
Pada 7 Juni 2017 lalu, tim gabungan POM TNI dan KPK juga sudah menyita uang sebanyak Rp7,3 miliar dari Letkol Adm BW yang diduga terkait dengan permasalahan pengadaan Helikopter AW.