REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menolak jika dikatakan pemerintah mengancam menarik diri dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu. Hal itu disampaikan Tjahjo saat hadir dalam rapat lanjutan pembahasan RUU Pemilu Senin (19/6).
Menurutnya, pemerintah tetap ingin penyelesaian RUU Pemilu diselesaikan secara musyawarah mufakat sebagaimana dikehendaki seluruh fraksi di DPR. "Apa saya ada kata mengancam? Nggak. Silakan tanya yang menganggap saya mengancam. Saya kan bilang pemerintah inginnya musyawarah," ujar Tjahjo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin (19/6).
Namun memang sikap pemerintah kata Tjahjo, tetap bertahan berkaitan isu ambang batas pengajuan presiden yakni sebesar 20 persen kursi DPR dan 25 persen perolehan suara sah nasional. Sebab, hal itu sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang ingin meningkatkan kualitas demokrasi.
Namun ia membantah jika keteguhan pemerintah tersebut disebut sebagai upaya menggiring calon tunggal Pemilu 2019. "Ada yang menuduh ini mengarah ke calon tunggal. Pada 2009 muncul lima paslon, 2014 juga ada dua paslon," ujarnya.
Meski begitu, ia kembali menegaskan pihaknya optimistis musyawarah bisa dilakukan terhadap lima isu krusial RUU Pemilu. Yang terpenting jangan sampai terjadi deadlock.
"Kalau nggak bisa ya dibawa ke paripurna. Kalau deadlock, ada opsi pemerintah. Yang penting per 1 Oktober paling lambat tak mengganggu tahapan-tahapan pilpres," kata Tjahjo.
Begitu pun dalam pembahasan rapat hari ini yang berisikan penyampaian hasil-hasil lobi fraksi terkait lima isu krusial tersebut. "Menjamin optimis ini bisa diselesaikan. Kalau deadlock ya ada opsinya. Prinsip pemerintah perppu jangan diobral. (Kecuali) kalau mendesak sekali. Tapi kami optmis selesai sampai habis lebaran, cukup waktu," ujar Tjahjo.