Senin 19 Jun 2017 14:48 WIB

Mi Instan Mengandung Babi Dianggap Penuhi Unsur Pidana

Rep: FUJI EKA/ Red: Andi Nur Aminah
Fahira Idris
Foto: dok.Istimewa
Fahira Idris

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara resmi menyatakan empat produk mi instan asal Korea positif mengandung babi. BPOM juga memerintahkan kepada Kepala Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia untuk menarik produk mi tersebut terhitung sejak 15 Juni 2017. BPOM juga memerintahkan para importir untuk melakukan penarikan produk mi tersebut dari peredaran. Sebab, tidak mencantumkan peringatan mengandung babi pada labelnya.

"Jika merujuk kepada UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, peredaran mi instan mengandung babi yang tidak mencantumkan peringatan mengandung babi pada label ini patut diduga kuat melanggar ketentuan Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen," kata Wakil Ketua Komite III DPD, Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Senin (19/6).

Ia menerangkan, menurut Pasal 8 UU Perlindungan Konsumen, pelaku usaha dilarang memproduksi dan memperdagangkan barang atau jasa yang tidak sesuai standar ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurutnya, pelanggaran atas ketentuan ini bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.

Fahira menegaskan, produk mi instan tersebut tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan UU tentang Pangan dan UU Jaminan Produk Halal (JPH). Jadi, sanksinya tidak cukup hanya dengan sanksi administrasi berupa denda, penghentian, penarikan dari peredaran, ganti rugi dan pencabutan izin saja.  "Dalam UU Pangan setiap orang yang mengimpor pangan untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada kemasan produk yang bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk tersebut sebelum membelinya," jelasnya.