REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu Ahmad Riza Patria mengungkap keyakinannya pembahasan RUU Pemilu tidak akan menemui jalan buntu (deadlock) antara fraksi-fraksi dan pemerintah. Sebab, jika dalam pembahasan tidak tercapai musyawarah mufakat, sesuai mekanisme berlaku dapat menggunakan voting di paripurna.
Karenanya, ia berharap rapat lanjutan pengambilan keputusan lima isu krusial pada Senin (18/6) hari ini bisa seluruhnya tuntas.
"Selama ini setiap lima tahun DPR bersama pemerintah bisa menyepakati UU penyelenggaraan pemilu, jadi kami rasa hari ini kita bisa ambil keputusan supaya UU ini bisa selesai di masa sidang ini," ujar Riza di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (19/6).
Menurutnya, kalau pun rapat hari ini tidak mengambil keputusan, masih dimungkinkan melalui mekanisme voting pun rapat Paripurna yang telah dijadwalkan pada 20 Juli mendatang. Paling tidak kata Riza, rapat hari ini memastikan mekanisme voting dalam Paripurna apakah menggunakan sistem paket atau per item lima isu krusial RUU Pemilu.
"Apabila belum capai titik temu dalam lobi-lobi fraksi untuk mencapai satu paket dalam lima isu krusial maka dimungkinkan menyepakati beberapa paket dan akan diputuskan apakah akan divoting pada hari ini atau disampaikan pada paripurna," ujarnya.
Namun Riza memastikan, Pansus berharap pembahasan tidak dedlock yang memungkinkan kembali ke Undang-undang Pemilu lama. Sebab, hal ini berarti terjadi kemunduran demokrasi dan konstitusi Indonesia.
Hal itu disampaikan Riza menyusul sikap pemerintah yang akan menarik diri dalam pembahasan jika sampai terjadi dedlock. Sikap pemerintah sendiri sampai saat ini bersikukuh besaran ambang batas presidentialal threshold sebesar 20 persen kursi DPR dan 25 persen perolehan suara sah nasional.
"Kami berharap pemerintah bisa memahami apalagi presidential threshold ini domain parpol. Di UU juga sangat jelas bahwa yang dapat mengajukan paslon presiden maupun wapres itu parpol atau gabungan parpol bukan pemerintah," ujarnya