REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemanggilan orang oleh Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket padahal orang tersebut sedang diproses dalam penyelidikan dan penyidikan di KPK berpotensi menghalang-halangi penyidikan tindak pidana korupsi. Demikian ditegaskan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. "Kami sudah mengirim surat, KPK beranggapan ini adalah menyangkut tentang penyelidikan kasus. Jadi ada potensi obstruction of justice atau menghalangi penuntasan kasus," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta, Senin (19/6) malam.
Pernyataan Laode itu terkait dengan pemanggilan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Gerindra Miryam S Haryani dalam rapat Pansus Angket DPR pada Senin (19/6). KPK tidak menghadirkan Miryam yang saat ini dalam penahanan KPK karena menjadi tersangka kasus memberikan keterangan yang tidak benar pada persidangan perkara KTP-Elektronik.
Menurut pasal 21 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),"Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara Langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta".
Laode juga mempertanyakan objek angket yang kini tengah dilakukan DPR. Menurutnya, objek angket itu harus jelas, spesifik, tentang penanganan suatu kasus. "Kami kan cuma dengar di media, mereka katanya angket sebagai bagian dari pengawasan, tapi pengawasan yang mana? Pencegahan, koordinasi, supervisi, monitoring atau penindakan? Mereka mana yang mau diangket? Semua atau salah satu? Tidak jelas, dokumen angketnya sendiri bahkan surat pemanggilan Miryam itu ditandatangani bukan oleh ketua pansus tapi oleh wakil ketua DPR," jelas Laode.