REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Fuji Pratiwi
Wisata halal boleh dibilang rahmat Islam bagi semua manusia. Bagaimana tidak, bisnis ini tidak hanya bisa dijalankan oleh Muslim tapi oleh banyak orang selama ketentuannya dipenuhi. Negara-negara mayoritas non -Muslim di kawasan Eropa, Asia, bahkan Hindia Barat berlomba dilirik jadi destinasi pelesiran Muslim dunia.
Bicara angka, sektor wisata halal amat menggoda. Thomson Reuters dan DinardStandard dalam laporan State of Global Islamic Economic 2016-2017 memprediksi, belanja komunitas Muslim global untuk wisata mencapai 151 miliar dolar AS pada 2015 dengan pendapatan industri mencapai 24 miliar dolar AS. Itu pun dengan mengecualikan perjalanan haji dan umrah.
Dari angka itu, negara-negara Kawasan Teluk (GCC) yang populasinya hanya tiga persen dari total Muslim dunia merupakan komunitas Muslim dengan belanja terbesar untuk wisata yakni 54,39 miliar dolar pada 2015 atau setara 36 persen dari total belanja komunitas Muslim dunia untuk wisata. Pengeluaran komunitas Muslim untuk wisata diprediksi akan meningkat menjadi 243 miliar dolar AS pada 2021.
Asisten Deputi Pengembangan Segmen Pasar Bisnis dan Pemerintah Kementerian Pariwisata Tazbir menjelaskan, pariwisata sekarang masuk dalam program prioritas pemerintah. Wisata halal kini adalah bisnis karena itu Indonesia berkompetisi dengan banyak negara, terutama negara-negara anggota Organisasi Kerja sama Islam (OIC) dan negara-negara kawasan ASEAN.
"Kalau kalah cepat, orang lain yang ambil. Di sisi lain, harus ada pengukuran untuk menguji peningkatan wisata halal," kata Tazbir dalam Rembuk Republik dengan tajuk Kontribusi Wisata Halal dalam Pembangunan Nasional di Ballroom Masjid Hubbul Wathan Islamic Center Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (8/6). Diskusi panel yang diadakan dalam rangkaian Pesona Khazanah Ramadhan NTB itu juga menampilkan nara sumber Chairman Indonesian Islamic Travel Communication Forum (IITCF) Priyadi Abadi dan konsultan penerbangan Farshal Hambali.
Indonesia, kata Tazbir, juga harus mengukur diri untuk tahu tingkat daya saing dengan kompetitor. Tim Pengembangan dan Percepatan Pariwisata Halal Kementerian Pariwisata telah merumuskan langkah strategis pada atraksi, amenitas, aksesibilitas, dan promosi terintegrasi di panggung global.
Pengembangan atraksi sudah mulai beragam dengan menampilkan kekhasan daerah. Pun amenitas ramah Muslim yang sudah mulai berkembang meski masih memiliki tantangan pada kesadaran melakukan sertifikasi halal. Sementara aksesibilitas bisa disiasati dengan kerja sama pemerintah dengan lembaga multi nasional atau pemanfaatan instrumen keuangan untuk meningkatkan pembangunan daerah.
Ubah cara pandang
Untuk itu, Tazbir menilai cara pandang pelaku industri wisata halal harus sesuai dengan cara pandang wisatawan. Wisata halal juga jangan dipersempit pada wisata religi, tapi lebih luas dan inklusif. Ini akan memengaruhi pengalaman yang diciptakan dalam memori wisatawan Muslim.
Pengalaman baik mereka akan menaikkan citra Indonesia. Karena itu Tazbir meminta pelaku industri tidak setengah hati memberi layanan bagi wisatawan yang memilih berwisata halal. "Cina dan Jepang membanjiri Indonesia. Indonesia harus serang balik dengan promosi aktif di pasar-pasar potensial," kata Tazbir.
Originasi wisata halal Indonesia terbilang unik. Sebab, selain menyasar pasar internasional, pasar wisata halal domestik juga besar. Tapi, Tazbir mewanti-wanti soal sertifikat halal.
Penting menunjukkan sertifikat halal atas klaim halal. Saat ini restoran Jepang dan Korea bersertifikat halal sudah mulai banyak. Pelaku bisnis kuliner Indonesia harus siap bersaing dengan sertifikasi halal juga. "Kita tidak boleh mundur ke belakang, tapi buat strategi untuk maju dan meningkatkan bisnis," kata Tazbir.
Di kawasan ASEAN, Indonesia tak hanya berhadapan dengan Malaysia yang kini masih jadi tujuan utama wisata halal global, tapi juga dengan Singapura dan Thailand. Tazbir mencontohkan Thailand yang benar-benar mengembangkan wisata halal dengan membangun hotel halal berbintang dan dukungan industri pangan halal yang sangat kuat.
Khusus NTB, pengembangan atraksi seperti Pesona Khazanah Ramadhan merupakan hal bagus. Namun ia melihat ke depan kegiatan ini harus dikembangkan ke kabupaten lain sehingga Pesona Khazanah Ramadhan tidak milik satu tempat dan bisa masif.
Pemerintah Indonesia berharap NTB punya desa-desa halal di tiap kabupaten boleh atraksi budaya, pantai, atau gunung yang dikemas menarik dan berbeda. Sebab NTB harus jadi magnet wisata halal utama Indonesia.