REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh muda dari Partai Golkar, Ahmad Kurnia memberikan tanggapan terkait rencana Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, sekarang Pansus Hak Angket KPK telah menunjukkan jati dirinya. Itu setelah mereka berencana memboikot pembahasan anggaran KPK dan Polri.
Doli Kurnia menilai, Pansus Hak Angket itu dibentuk untuk melemahkan lembaga antirasywah. Bahkan, kata dia, sudah mengarah juga kepada pengkerdilan penegakan serta wibawa hukum. "Apa hubungannya Miryam dengan Anggaran KPK dan Polri 2018? Itu kan mengada-ada namanya," ujar Doli Kurnia, saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (21/6).
Selanjutnya, ide pemboikotan anggaran KPK itu juga menunjukkan betapa arogan dan sok kuasanya DPR RI. Sikap itu bentuk dari 'premanisme' politik dan tidak sehat bagi perkembangan politik dan demokrasi Indonesia. "Ide itu munculnya dari Misbakhun dari Fraksi Golkar. Sekali lagi, itu juga menguatkan bahwa yang paling besar kepentingannya terhadap Pansus Hak Angket KTP Elektronik itu adalah Golkar," tambahnya.
Baca juga, Polri tidak Bisa Penuhi Permintaan Panggil Paksa Miryam.
Sebelumnya, Anggota Pansus Angket KPK, Mukhamad Misbakhun mengusulkan agar DPR mempertimbangkan tidak membahas anggaran Polri dan KPK pada 2018 karena kedua institusi tersebut tidak mau menjalankan UU no 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). "Kami mempertimbangan untuk menggunakan hak budgeter DPR yang saat ini sedang dibahas RAPBN 2018 mengenai pagu indikatif mengenai kementerian/lembaga," kata Misbakhun dikutip Antara, di Gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa (20/6).
Hal itu terkait sikap KPK dan Polri yang tidak sejalan dengan pandangan Pansus KPK yang ingin memanggil tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi KTP Elektronik, Miryam S Haryani. Misbakhun meminta Komisi III DPR untuk mempertimbangkan tidak membahas anggaran KPK dan Polri karena kedua institusi itu tidak mau membantu Pansus KPK mendatangkan Miryam dalam rapat pansus.
Menurut dia, dasar hukum Pansus Angket KPK memanggil Miryam adalah UU MD3 seperti melakukan pemanggilan pertama, kedua, dan ketiga yaitu panggilan paksa. "Dalam hal ini ketika DPR ingin menggunakan haknya dengan melibatkan pihak Kepolisian lalu kepolisian masih memberikan tafsir-tafsir yang berbeda, tentunya DPR akan menggunakan hak-hak yang dipunyai DPR melakukan pembahasan anggaran," ujarnya.