Rabu 21 Jun 2017 18:53 WIB

Pembangunan Rumah Bagi MBR Jadi Prioritas REI

Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basoeki Hadimoeljono (kanan), Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Maryono (keempat kanan) meninjau bangunan rumah Villa Kencana Cikarang untuk masyarakat berpenghasilan rendah usai peresmian di kawasan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (4/5).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basoeki Hadimoeljono (kanan), Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Maryono (keempat kanan) meninjau bangunan rumah Villa Kencana Cikarang untuk masyarakat berpenghasilan rendah usai peresmian di kawasan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (4/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengembangan  perumahan  akan lebih banyak memfokuskan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Saat ini target utama pengembang adalah kalangan PNS, TNI/Polri, pekerja kawasan industri dan pekerja informal. 

Hal itu sebagai upaya pengembang untuk mendukung kebijakan program sejuta rumah yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo. "Lebih dari 50 persen anggota REI akan menyentuh program rumah bagi MBR," kata Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia ( REI), Soelaeman Soemawinata di sela diskusi Sinergi Mendukung Program Sejuta Rumah, Selasa (20/6).

REI sendiri telah mermbuat program kerjasama dengan berbagai pihak untuk mewujudkan proyek tersebut. Untuk menjangkau pasar prajurit TNI/Polri pihaknya telah bekerja sama dengan Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan (YKPP) dan Mabes  Polri. Bagi PNS juga telah dilakukan kerjasama dengan Korpri dan  Bapertarum-PNS guna mendukung pembiayaan. 

REI juga telah bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan guna menyediakan hunian bagi pekerja. Namun, menurut Eman penyediaan bagi pekerja informal masih menunggu regulasi pembiayaan yang lebih rinci sebelum masuk ke pasar tersebut. "Kami mendukung skim pembiayaan yang memungkinkan sektor informal dapat membeli rumah sendiri," kata Eman. 

Menurut data BPS, jumlah pekerja di sektor informal per Februari 2107  mencapai 58,35 persen dari jumlah pekerja di Indonesia yang diperkirakan mencapai sekitar 140 juta jiwa. Artinya ada potensi pasar perumahan sekitar 80 juta jiwa di sektor informal yang mampu menuntaskan angka kekurangan (backlog) perumahan yang mencapai 11,4 juta jiwa.     

REI sendiri telah mengupayakan kerja sama antara pengembang besar dan kecil melalui kolaborasi di 10 provinsi tahun ini.  Kerja sama itu diharapkan akan meningkatkan  kemampuan finansial, teknis, manajemen dan SDM daerah. "Mayoritas pengembang daerah terhambat masalah modal dan lahan yang cepat naik," kata Eman. 

REI juga memperhatikan pada pembangunan perumahan di kawasan terpencil atau perbatasan yang kurang mendapat pasokan rumah murah terjangkau.  Seperti di Mentawai (Sumatera Barat), dan Lingga (Kepri). Program sejuta rumah ini diharapkan dapat menggairahkan pengembang daerah dan membuka lapangan kerja baru. Sehingga menunjang pemerataan pembangunan di seluruh tanah air.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement