REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN – Media Pemerintah Iran mengkritik perubahan pada garis keturunan Arab Saudi yang bersaing, setelah Raja Salman bin Abdul Aziz Al Saud mengangkat anaknya Mohammed bin Salman sebagai putra mahkota menggantikan keponakannya Mohammed bin Naif. Kantor berita tersebut menyebutnya sebagai "kudeta kecil."
Sejumlah keputusan kerajaan diumumkan pada Rabu (21/6) bahwa Raja Salman mengangkat putranya yang berusia 31 tahun menjadi putra mahkota sekaligus menempati posisi kedua sesuai takhta. Putra mahkota baru itu telah mengonsolidasikan kekuasaannya selama dua tahun terakhir dengan mengorbankan sepupunya yang sebelumnya berada di atasnya berturut-turut.
Langkah tersebut memicu kritik di Iran, seperti yang diinformasikan The Washington Post, Kamis (22/6), di mana televisi pemerintah memuat berita utama yang menyebut langkah tersebut sebagai kudeta ringan.
Sedangkan, kantor berita semi resmi Fars menyebutnya sebagai gempa politik dan menuliskan bahwa Mohammed bin Naif digulingkan. Selain itu, kantor berita dengan situs berbahasa Inggris Press TV memuat sebuah artikel panjang yang mencela beberapa tindakan Mohammed bin Salman, seperti kampanye militer berdarah di Yaman dan guncangan ekonomi yang luas dan mengejutkan yang sedang berlangsung di Arab Saudi.
Putra mahkota baru itu hampir tidak dikenal di kancah internasional saat ayahnya menjadi raja pada 2015. Namun, ia dengan cepat diberi banyak kekuasaan sebagai menteri pertahanan dan pemimpin sebuah dewan ekonomi. Dan sering kali dalam peran tersebut ia mendorong gerakan untuk menekan Iran.
Pengangkatan itu memunculkan keraguan serius. Di mana kampanye militer di Yaman yang ditanganinya telah menelan biaya miliaran dan memakan banyak korban jiwa, tetapi masih jauh dari kemenangan atas Houthi.
Sementara, rencana ambisius untuk membatasi pengeluaran pemerintah dan mengurangi ketergantungan ekonomi Saudi dari minyak belum menghasilkan. Mereka menjalankan risiko tidak hanya kegagalan fiskal, tetapi juga mengadu Mohammed bin Salman dan bangsawan Saudi lainnya melawan pendirian agama konservatif di negara tersebut.
Mungkin bukan hanya Iran yang memiliki keraguan tentang putra mahkota baru itu, seperti Washington yang sangat menghormati Mohammed bin Naif yang telah membantu memimpin kampanye Arab Saudi melawan Alqaidah selama bertahun-tahun. Dan mungkin juga ada beberapa pihak di Arab Saudi sendiri yang meragukan keputusan tersebut.