REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menyatakan, tetap ditahannya Ahok di Rutan Brimob setelah perkaranya inkrah adalah sebuah kesalahan dan pelanggaran hukum serius. Oleh sebab itu, menurutnya, Brimob dan Polri tidak boleh membiarkan pelanggaran hukum ini terjadi.
"Rutan Brimob tidak boleh diintervensi Kementerian Hukum dan HAM yang seolah-olah tidak mau peduli dengan ketentuan hukum yang ada. Semua pihak, terutama Menteri Hukum dan HAM, harus paham bahwa Rutan Brimob, bukan LP," kata Neta, Kamis (22/6).
Neta menjabarkan, ditahannya Ahok di Rutan Brimob setelah perkaranya inkrah menjadi narapidana (napi) adalah kesalahan dan pelanggaran hukum kedua yang pernah dilakukan rezim penguasa. Anehnya, kesalahan dan pelanggaran hukum ini dibiarkan oleh Brimob dan Polri sebagai institusi penegak hukum dan sebagai pemilik Rutan Brimob Kelapa Dua.
Pelanggaran hukum pertama, lanjut Neta, dilakukan pemerintahan SBY yang mengistimewakan Aulia Pohan di Rutan Brimob. Sementara, pelanggaran hukum kedua dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi yang mengistimewakan Ahok di rutan yang sama.
"IPW berharap kesalahan yang dilakukan rezim SBY yang mengintervensi Rutan Brimob hendaknya tidak terulang lagi di era Jokowi. Brimob dan Polri jangan membiarkan pelanggaran hukum ini. Untuk itu, harus segera meminta Menteri Hukum dan HAM segera memindahkan Ahok ke lembaga pemasyarakatan agar bisa dilakukan pembinaan sesuai ketentuan hukum," kata Neta.
Seperti diketahui, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Noor Rachmad mengatakan, terpidana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan tetap menjalankan sisa hukumannya di rumah tahanan Mako Brimob. "Ini permintaan Lembaga Pemasyarakatan Cipinang," kata Noor Rachmad di ruang Jampidum, Jakarta, Kamis (21/6).