REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, memberikan penjelasan mengenai kasus suap yang menjerat Gubernur Bengkulu Nonantif, Ridwan Mukti. Menurut Rohidin, proyek infrastruktur yang menjadi objek penyuapan sudah masuk dalam program reguler daerah pada 2017.
"Itu (proyek) program reguler kita pada 2017," tegas Rohidin Mersyah kepasa wartawan di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Kamis (22/6).
Saat disinggung mengenai lobi-lobi dari berbagai pihak dalam proses realisasi proyek, Rohidin mengaku tidak tahu-menahu. "Sejauh ini saya tidak mengetahui apapun dalam prosesnya," lanjut dia.
Rohidin menuturkan jika selama ini semua proses lelang proyek sudah berjalan normal sesuai aturan. "Seperti biasa, normal," tambahnya.
Pada Kamis malam, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo menyerahkan surat tugas kepada Rohidin Mersyah. Surat tugas menyatakan dirinya resmi menjadi Plt Gubernur Bengkulu. Rohidin menggantikan posisi Ridwan Mukti yang kini menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya, KPK menetapkan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dan istrinya, Lily Martiani Maddari, sebagai tersangka kasus suap untuk dua proyek di Bengkulu, Rabu (21/6). Kedua proyek itu adalah pembangunan jalan TES-Muara Aman Kabupaten Rejang Lebong dengan nilai Rp 37 miliar dan proyek pembangunan jalan Curuk Air Dingin Kabupaten Rejang Lebong senilai Rp 16 miliar.
KPK menangkap keduanya dalam operasi tangkap tangan di rumah pribadinya di Jalan Sidomulyo, Kota Bengkulu, Selasa (20/6). Keduanya ditangkap bersama seorang pengusaha berinisial RDS.