Selasa 27 Jun 2017 04:57 WIB

Muslimah Berdarah Italia Bicara Soal Islam di Australia

Muslim berdarah Italia di Australia, Rose memberikan konsultasi bagi anak-anak di Minaret College, Melbourne.
Foto: ABC
Muslim berdarah Italia di Australia, Rose memberikan konsultasi bagi anak-anak di Minaret College, Melbourne.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sekitar akhir 1980-an, Rose yang lahir di Italia memilih Islam sebagai pegangan hidupnya. Di tengah kesan Islam yang buruk di negara-negara barat, Rose termasuk yang membela dengan caranya sendiri.

Rose Bogarts lahir di Italia dan baru di usia dua tahun pindah ke Australia bersama keluargnya. Ia menjadi Muslim bukan karena menikah seperti yang banyak disangka orang. Suaminya yang berasal dari Jerman juga sama-sama belajar soal Islam sebelum mereka menikah.

Rose kini bekerja sebagai Koordinator Kesejahteraan Murid dan Keluarga di Minaret College, sebuah sekolah Islam di kawasan Springvale, Victoria. ABC bertemu dengan Rose dan sempat berbincang soal kehidupan menjadi Muslim Australia di era 90-an.

Pernah terlintas jika Anda akhirnya menjadi seorang Muslim?

Tidak, tidak sama sekali! Saya dibesarkan di tahun 80-an, semuanya tentang hal-hal yang menyenangkan. Agama atau kepercayaan bukanlah hal yang penting dalam keluarga kami.

Kami dibesarkan dengan Katolik. Kami ke gereja, merayakan Natal dan Paskah, tapi agama bukan hal penting. Tapi kami masih tetap memiliki aturan hidup sebagai keluarga Italia.

Mengapa Anda bisa tertarik belajar Islam?

Islam berbicara soal hak asasi manusia, bagaimana berinteraksi antara satu sama lain sebagai manusia. Alquran berbicara soal harusnya mengikuti aturan dimana kita berpijak, bagaimana mengurus kesehatan kita. Semakin saya belajar, saya pikir, “wah, semakin masuk akal bagi saya.”

Rose mengaku bersyukur untuk hal yang sederhana, seperti bangun tidur.
Rose mengaku bersyukur untuk hal yang sederhana, seperti bangun tidur. ABC News, Erwin Renaldi

Anda aktif di banyak kegiatan-kegiatan sosial untuk memperkenalkan Islam pada mereka yang bukan Muslim, termasuk pernah aktif di program Speed Date A Muslim. Apakah Anda tidak lelah menjelaskan jika Islam bukanlah agama yang mengajarkan kejahatan?

Ya, saya tentu lelah, tetapi banyak juga orang bertanya kepada saya, “kenapa harus membuktikan bukan Muslim yang melakukan kejahatan-kejahatannya?”

Tetapi saya merasa saat ada orang yang ingin memahami soal Islam dan jika tidak ada orang yang dapat melakukannya di luar sana, bagaimana mereka bisa mengerti? Adakah cara lain untuk memahami Islam secara baik, jika bukan bertemu dan berbicara dengan Muslim itu sendiri?

Jangan pergi ke dokter biasa untuk minta dicabut gigi, tapi pergilah ke dokter gigi. Begitu pula jika Anda ingin tahu soal Islam.

Apakah Anda seperti banyak Muslim lainnya, berharap tak ada lagi kejahatan yang mengatasnamakan Islam?

Kamu tahu, setiap ada berita buruk di media, saya berdoa, “semoga bukan Muslim, semoga bukan Muslim!”, tetapi yang diberitakan malah mengatakan sebaliknya. Ini sangat menyedihkan sambil berpikir ini bukanlah agama saya.

Teganya mereka menggunakan nama Tuhan untuk kepentingan mereka sendiri, mengapa mengatakan ‘Allahu Akbar’? Apakah mereka bahkan mengerti artinya? Apakah mereka sadar apa yang mereka katakan?

Apakah mereka tahu jika membunuh satu orang saja sama dengan membunuh seluruh umat manusia?

Lantas apakah ada murid-murid di sekolah ini yang datang kepada Anda dan menyatakan merasa lelah atau tertekan dengan pemberitaan soal Islam?

Sangat aneh sebenarnya, banyak murid-murid datang dan mengatakan, “Kami lelah dengan pemberitaan media, apa yang bisa kami lakukan?” Ada banyak inisiatif luar biasa yang dilakukan murid-murid.

Mereka ikut acara Harmony Day misalnya, atau menggelar workshop dimana anak-anak perempuan mengajak orang-orang bertanya soal Islam dengan meja dan selebaran soal Islam, misalnya bertuliskan Kami Percaya Satu Tuhan, Kami Percaya Perdamaian, Tuhan Mencintai Keindahan.

Kemudian banyak yang merasa penasaran dan akhirnya mereka bertanya kepada anak-anak itu, sehingga tercipta dialog. Mereka juga mencoba seperti apa rasanya memakai jilbab.

Rose senang karena banyaknya murid-murid yang membuat program menarik untuk memperkenalkan Islam
Rose senang karena banyaknya murid-murid yang membuat program menarik untuk memperkenalkan Islam. ABC News, Erwin Renaldi

Lantas apa jawaban Anda, sebagai orang Australia, saat ada yang menuduh jika nilai-nilai Islam tidak sesuai dengan nilai-nilai Australia?

Ini ironis, karena semua nilai-nilai Islam adalah nilai-nilai Australia juga. Tidak ada yang berseberangan, maksudnya, kita mengikuti aturan hukum di tanah kita berpijak, saya tidak mengerti apa pertanyaan itu sebetulnya. Satu hal yang tidak kita lakukan adalah minum alkohol, tapi itu bukan jadi alasan jika Muslim tidak menjalankan nilai-nilai Australia. Bagi saya yang dibesarkan disini, saya tidak melihat sesuatu yang berbeda.

Lalu pertanyaan terakhir, apa pentingnya bersyukur bagi Anda?

Saya rasa bersyukur itu adalah saat terbangun dan memiliki kehidupan seperti yang saya punya saat ini, karena saat saya melihat banyak orang yang tidak memiliki apa yang saya punya. Tuhan telah memberikan banyak hal indah dalam hidup saya, suami yang hebat, anak-anak yang luar biasa. Ketika saya mengalami kesulitan hidup, saya kembalikan pada Tuhan.

Kita hanya tinggal meminta, maka akan dikabulkan. Jika tidak dikabulkan, maka Anda tahu permintaan itu bukan yang terbaik dan tepat bagi Anda.

sumber : http://www.australiaplus.com/indonesian/sosok/muslimah-berdarah-italia-ceritakan-soal-islam-di-australia/8606380
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement