Senin 26 Jun 2017 12:06 WIB
Presiden Bertemu GNPF MUI

Pengamat: Presiden Harus Komitmen Naungi Umat Islam

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Bayu Hermawan
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).
Foto: Antara
Pakar hukum Unpar Asep Warlan Yusuf (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) melakukan dialog dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Ahad (25/6). Pengamat politik dari Universaitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan, pertemuan tersebut diharapkan bisa menjadi bentuk komitmen Presiden dalam menyelesaikan masalah terkait hubungan umat Islam dan kebangsaan.

Menurutnya, pertemuan tersebut harus benar-benar mencerminkan komitmen dan sungguh-sungguh, dari pemerintah untuk bisa menaungi umat Islam. "Jika tidak begitu akan percuma pertemuan itu," kata Warlan saat dihubungi Republika.co.id, Senin (26/6).

Warlan menyatakan, kedepan tidak boleh lagi ada pihak yang membisiki presiden untuk tidak melibatkan umat Islam dalam membuat suatu kebijakan, dan pemerintah juga harus lebih terbuka akan aspiras umat Islam. Ada pun jika ada perbedaan pendapat, tegas Warlan, selalu gunakan dialog untuk menyelesaikan nya. Warlan menegaskan, pertemuan kemarin juga sebagai bukti umat Islam sama sekali tidak anti-pemerintah, berniat makar, dan lain-lain seperti yang sebelumnya dituduhkan.

Sebaliknya, umat akan selalu mendukung setiap kebijakan pemerintahan yang sah. Dia berharap, penerimaan Presiden utnuk berdialog dengan perwakilan GNPF-MUI bukan hanya sekadar simbol rekonsiliasi atau hanya untuk formalitas belaka.

"Intinya jangan hanya sebagai formalitas, atau basa-basi. Tapi juga harus ada upaya nyata presiden atau pemerintah mencapai itu," jelas Warlan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement