Senin 26 Jun 2017 14:34 WIB

Pertempuran di Marawi Kembali Berlanjut Usai Idul Fitri

Rep: SRI HANDAYANI/ Red: Ilham Tirta
Perang di Kota Marawi, Filipina.
Foto: AP/Aaron Favila
Perang di Kota Marawi, Filipina.

REPUBLIKA.CO.ID, MINDANAO -- Pertempuran kembali berlanjut di Marawi setelah pasukan militer menyatakan gencatan senjata untuk memberikan kesempatan para Muslim menandai akhir Ramadhan berakhir. Peperangan hanya dihentikan selama delapan jam pada Ahad (25/6).

Tak ada tembakan atau serangan udara terdengar di kota yang berjarak 800 kilometer di sebelah selatan Manila saat “jeda kemanusiaan” dilangsungkan sejak pukul 06.00 waktu setempat, kemarin. Namun, segera setelah masa itu berakhir pada pukul 14.00, gencatan senjata kembali terjadi.

“Pasukan kami hanya berkonsolidasi di titik-titik yang kuat. Tak ada pengerahan tentara karena pasukan keamanan aktif menjaga jarak (selama gencatan senjata),” kata Letnan Jenderal Carlito Galvez.

Juru bicara militer Filipina, Brigjend Restituto Padilla mengatakan, 500 warga sipil masih terperangkap di area pertempuran. Gencatan senjata itu dianggap sebagai komitmen dan penghormatan kepada dunia Muslim, terutama Muslim lokal di Marawi.

Mei lalu, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mendeklarasikan darurat militer di seluruh wilayah Mindanao. Ia mengatakan, ada upaya untuk menunjukkan keberadaan kalifah ISIL di wilayah tersebut.

Australia mengirim dua pesawat tempur canggih untuk membantu tentara Filipina. Mereka bergabung dengan pasukan AS yang telah terlebih dahulu memberikan bantuan militer.

Perang di Marawi dimulai pada 23 Mei. Ratusan pemberontak Maute mengepung wilayah tersebut setelah pasukan pemerintah mencoba menangkap pemimpin lokal ISIL.

Para pemberontak dikabarkan telah merencanakan serangan beberapa bulan setelahnya. Mereka ingin membakar kota Marawi dan menjadikannya pusat pertahanan ISIL di wilayah selatan Mindanao.

Perang di area itu telah menyebabkan 380 orang tewas dan 300 ribu penduduk lokal mengungsi. Pemerintah mengklaim telah membunuh 268 pemberontak, termasuk dari Malaysia, Indonesia, Yaman, Arab Saudi, dan Chechnya, Rusia.

Pengepungan Marawi oleh kelompok Maute dan sekutunya telah menyebabkan krisis keamanan internal terbesar di Filipina selama beberapa dekade terakhir. Sabtu lalu, gencatan senjata terdengar di seantero kota. Pesawat tempur menjatuhkan serangkaian bom. Bangunan tampak terbakar dan puing-puing berhamburan. Asap membubung di belakang menara masjid dan bangunan yang hangus.

Pejabat militer mengatakan, lebih dari 100 umat Kristen diculik, termasuk seorang pastor. Keterangan ini diperoleh dari delapan warga yang berhasil melarikan diri selama pertempuran Jumat lalu.

Kondisi mereka yang terjebak di Marawi tampak mengerikan. Saksi mengatakan, mayat-mayat bergelimpangan di jalan. makanan dan air sangat terbatas dan ancaman kematian terus muncul baik dari pemberontak maupun bom yang dijatuhkan oleh pasukan pemerintah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement