Senin 26 Jun 2017 14:30 WIB

7-Eleven Bangkrut, Ini Komentar Kadin

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas Satpol PP Tangsel melakukan penyegelan mini market Seven Eleven di kawasan Gaplek, Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa (23/7).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Petugas Satpol PP Tangsel melakukan penyegelan mini market Seven Eleven di kawasan Gaplek, Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajemen 7-Eleven di Indonesia dianggap salah memilih model bisnis, sehingga mereka terpaksa menghentikan operasional di Indonesia per 30 Juni 2017 ini. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani menyebutkan, kegiatan bisnis 7-Eleven di Indonesia hanya bisa menghasilkan margin atau keuntungan yang minimalis.

Minimnya margin yang didapat 7-Eleven lantaran biaya sewa tempat yang cukup besar. Namun kondisi ini tidak didukung oleh volume penjualan yang sepadan. Apalagi, lanjutnya, konsumen dan pelanggan 7-Eleven biasanya hanya membeli produk yang ditawarkan dalam jumlah sedikit dan menghabiskan sebagian besar waktu dengan "nongkrong" di fasilitas yang disediakan oleh setiap gerai 7-Eleven.

"Model bisns kurang pas. Margin tipis, tapi mereka sewa tempat besar, karena banyak dipaki nongkrong. Beli satu Coca-Cola nongkrong 2-3 jam," kata Rosan, Senin (26/6).

Hal ini berbeda dengan model bisnis yang diterapkan oleh pengelola ritel lainnya seperti Indomaret dan Alfamart yang fokus pada penjualan produk, bukan menonjolkan fasilitas kafe. Konsistensi ritel dalam menjual produk paling tidak bisa menaikkan margin dan memberi keuntungan.

"Kalau Indomaret Alfamart tempat kecil, masuk, beli, masuk, beli, volumenya banyak," katanya.

Sebelumnya, PT Modern Sevel Indonesia (MSI) yang merupakan anak usaha PT Modern Internasional Tbk selaku pengelola bisnis retail 7-Eleven memutuskan untuk menghentikan kegiatan operasional seluruh gerainya per 30 Juni 2017. Hal ini termuat dalam keterbukaan informasi yang dikirim perusahaan kepada PT Bursa Efek Indonesia tertanggal 22 Juni 2017.

Dalam surat tersebut, Direktur PT Modern Internasional Tbk Chandra Wijaya menyebutkan bahwa penghentian operasi disebabkan oleh keterbatasan sumber daya yang dimiliki perseroang untuk menunjang kegiatan operasional gerai 7-Eleven.

Hal ini, lanjutnya, setelah Rencana Transaksi Material Perseroan atas penjualan dan transfer segmen bisnis restoran dan convenience store di Indonesia dengan merek waralaba 7-Eleven beserta aset-aset yang menyertainya oleh PT Modern Sevel Indonesia sebagai salah satu entitas anak dari perseroan kepada PT Charoen Pokphand Restu Indonesia, mengalami pembatalan.

"Karena tidak tercapainya kesepakatan atas pihak-pihak yang berkepentingan," ujar Chandra dalam keterbukaan informasi kepada BEI.

Pihak manajemen 7-Eleven menyebutkan bahwa hal-hal material yang berkaitan dan yang timbul sebagai akibat dari pemberhentian operasional gerai 7-Eleven akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku. "Dan akan diselesaikan secepatnya," katanya.

Dilansir dari situs resmi 7-Eleven Indonesia, manajemen mulai memfokuskan bisnisnya untuk retail 7-Eleven dengan mencanangkan tahun 2013 sebagai awal dimulainya Fresh Food Destination. Konsep tersebut adalah memposisikan Gerai 7-Eleven sebagai convenience store yang menyajikan makanan segar dengan kualitas terbaik, rasa yang enak, higienis dengan harga yang terjangkau.

Pada tahun 2014 perseroan fokus membangun dan mengembangkan pabrik makanan tahap ke-2 yang pembangunannya dimulai pada awal 2013 dan selesai pada akhir 2014.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement