Selasa 27 Jun 2017 15:48 WIB

Kepada Jokowi, GNPF-MUI Curhat Label Negatif Terhadap Muslim

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Ratna Puspita
Presiden Joko Widodo (ketiga kanan) didampingi Menkopolhukam Wiranto (ketiga kanan), Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kedua kanan) dan Mensesneg Pratikno (kanan) menerima pimpinan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (25/6).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (ketiga kanan) didampingi Menkopolhukam Wiranto (ketiga kanan), Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kedua kanan) dan Mensesneg Pratikno (kanan) menerima pimpinan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (25/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Ustaz Bachtiar Nasir mengatakan ada pembicaraan mengenai labelisasi terhadap umat Islam pada pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Ahad (25/6). Pada pertemuan tersebut, Jokowi menyatakan tidak melakukan diskiriminasi terhadap Muslim. 

"Konten pertemuan kami sangat memahami rezim ini tidak merasa melakukan diskriminasi terhadap Muslim atau non-Muslim. Ini perasaan Presiden Joko Widodo," ujar Bachtiar kepada wartawan di GNPF-MUI AQL, Jakarta, Selasa (27/6).

Bachtiar pun menjelaskan kondisi di lapangan. GNPF-MUI menyampaikan ada kesan dan fakta di lapangan kalau umat Islam kerap menerima labelisasi yang negatif seperti intoleran, anti-Pancasila dan lainnya. 

Perbedaan persepsi soal diskriminasi ini kemungkinan karena adanya hambatan komunikasi antara umat Islam yang direpresentasikan oleh GNPF-MUI dan pemerintah. "Hal itu mungkin karena frekuensi komunikasi yang terganggu," kata dia.

Karena itu, dia mengungkapkan, salah satu hasil dari pertemuan dengan Presiden menunjuk Menkopolhukam Wiranto sebagai penyambung Jokowi dan GNPF-MUI. "Presiden sudah menunjuk Menko-Polhukam, setelah ini akan ada akan ada komunikasi yang baik dan tidak lagi tersumbat," kata Bachtiar.

Pertemuan Jokowi dan GNPF-MUI dilakukan di sela-sela gelar griya atau open house Hari Raya Idul Fitri. Bachtiar menjelaskan pertemuan dilakukan di ruang khusus tanpa ada tamu lain. Mereka berbicara di meja rapat yang biasa digunakan Jokowi saat menerima tamu. 

Ada tujuh orang dari perwakilan GNPF-MUI yang hadir dalam pertemuan ini, yakni M Kapitra Ampera, Yusuf Matra, Muhammad Lutfi Hakim, Habib Muchsin, Zaitun Rasmin, dan Deni. Termasuk juga Ketua GNPF Bachtiar Nasir. Ketujuh perwakilan GNPF-MUI diterima Presiden, didampingi Mensesneg Pratikno, Menkopolhukam dan Menag Lukman Hakim Saifuddin. 

Di sela-sela pertemuan, wartawan istana sempat masuk hanya untuk mengambil gambar. Mereka tidak ikut dalam pertemuan. Karena itu, Bachtiar merasa sejumlah media yang tidak mendapat penjelasan mengira-ngira isi pertemuan. 

Pada kesempatan itu, ia menekankan, pertemuan itu tidak mendadak karena merupakan rangkaian perjalanan dari Aksi Bela Islam 1. Menurut dia, jika pertemuan ini telah terjadi sejak awal maka mungkin tidak terjadi begitu banyak aksi.

"Jadi, yang benar bukan meminta tapi kami menggagas, dialog itu jadi kebutuhan kedua belah pihak," kata Bachtiar. 

Pada Ahad lalu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, pertemuan tersebut merupakan permintaan dari GNPF-MUI melalui Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin saat diselenggarakan halalbihalal di Istana Negara.

“Pada saat open house tadi, saya dihubungi oleh Pak Menteri Agama bahwa ini Pak Bachtiar Nasir dkk ingin menghadap Pak Presiden, gitu,” kata Pratikno.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement