REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, Ustaz Zaitun Rasmin mengungkapkan, pertemuan GNPF-MUI dan Presiden Joko Widodo membahas masalah makro bangsa. salah satunya, yaitu keinginan Presiden agar Indonesia bisa tenang.
"Presiden ingin negeri ini tenang, ada kesejukan, termasuk dengan umara dan ulama," kata Zaitun di konferensi pers GNPF yang digelar di AQL, Selasa (27/6).
Ia membenarkan, ada sumbatan komunikasi yang terjadi antara GNPF-MUI dan Presiden Joko Widodo. Tapi, Zaitun mengaku tidak ingin melihat kebelakang apalagi mencari sumbatan itu, tapi lebih ingin menatap ke depan dengan memperluas dialog.
Zaitun menekankan, Presiden Joko Widodo sudah menjanjikan ada dialog lanjutan setelah pertemuan tersebut. Maka itu, lanjut Zaitun, Menko-Polhukam Wiranto telah ditunjuk untuk bertugas sebagai penyambung GNPF-MUI dan Presiden Joko Widodo.
"Sehingga, segala hal-hal yang dipandang bisa mengganjal bisa langsung diselesaikan, dan Menko-Polhukam sudah ditugasi," ujar Zaitun.
Hal senada disampaikan Ketua GNPF-MUI Ustaz Bachtiar Nasir. Ia menuturkan, Presiden Joko Widodo pun mengaku baru tahu mengetahui detil yang terjadi di lapangan. Termasuk, soal adanya anggota GNPF-MUI yang tidak boleh masuk atau bertemua Presiden.
Menurut Bachtiar, Presiden Joko Widodo sudah menegaskan keinginan adanya dialog. Bahkan, Presiden sempat menceritakan kalau di setiap daerah yang dikunjungi, selalu dikumpulkan 60-80 ulama agar bisa berdialog.
"Sebab, beliau bilang cuma ulama yang berani nasihati saya, itu menunjukkan dialog jadi kebutuhan kita bersama," katanya.
Dalam pertemuan itu, ia turut menyampaikan keinginan GNPF-MUI agar Indonesia bisa menajdi negara yang damai, bersatu, kuat dan berdaulat. Selain itu, Bachtiar menegaskan keinginan agar tidak terjadi perang saudara seperti di Timur Tengah.
"Agar tidak terjadi perang saudara, diperkarakan oleh mereka yang ingin Indonesia pecah, kita ingin kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia yang utuh," ujarnya.