Selasa 27 Jun 2017 16:46 WIB

Kasus Hary Tanoe, Pakar: Ancaman dalam Pesan Tertulis Sulit Dibuktikan

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Harry Tanoesoedibyo
Harry Tanoesoedibyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Syaiful Bakhri menilai ada kejanggalan dari sisi hukum dalam penetapan tersangka Hary Tanoesoedibjo dalam kasus dugaan pengancaman melalui pesan elektronik kepada Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto.

Menurut Syaiful, ancaman yang dilakukan melalui pesan elektronik itu sulit dibuktikan. Sebab, media yang digunakan adalah bahasa tulis, yakni kata-kata. Tanpa adanya tindakan verbal menjadi sulit untuk dibuktikan.

"Bagaimana mungkin penegak hukum merasa terancam hanya oleh kata-kata. Ancaman itu misalnya mau dipukul dengan alat, itu baru ancaman," kata dia dalam diskusi santai bertajuk 'Quo Vadis Hukum di Indonesia', di Gandaria, Jakarta Selatan, Selasa (27/6).

Karena itu, menurut Syaiful, kepolisian seharusnya berhati-hati dalam menetapkan Harry sebagai tersangka. Menurut Syaiful, kepolisian perlu meminta pendapat ahli bahasa sebelum penetapan tersangka. Ahli bahasa ini berperan untuk menentukan apakah kata-kata dalam pesan elektronik itu memang mengandung unsur ancaman atau permulaan perbuatan untuk mengancam.

"Atau, yang terancam (Yulianto) itu merasa terganggu, ketakutan atau tidak," papar dia. Setelah proses itu, penyidik meminta pendapat ahli pidana untuk menjelaskan soal adanya unsur pidana dalam pesan singkat Hary.

Tanpa proses itu maka penetapan Harry sebagai tersangka menjadi aneh dan tergesa-gesa. Terlebih, dia menambahkan, Hary tidak pernah diperiksa terlebih dahulu sebelum ditetapkan tersangka.

Bos MNC Group itu juga tidak diperiksa menggunakan alat-alat bukti yang lain. "Dengan mudah dia (Hary) bisa ditetapkan jadi tersangka," kata dia.

Syaiful mengatakan Hary memang punya jalur hukum untuk mengetahui apakah penetapannya sebagai tersangka sesuai prosedur, yaitu melalui praperadilan. "Atau, diskresi. Tapi kalau ternyata di praperadilan Hary menang, malu sekali penegak hukum ini," kata dia.

Pada proses penyelidikan, kepolisian sudah meminta keterangan dari ahli bahasa, yaitu Rahayu Surtiati Hidayat dari Universitas Indonesia (UI). Bagian dari pesan Hary yang dianggap mengancam, yaitu penyampaikan ‘Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia dibersihkan’.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement