REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dikabari soal pertemuan Gerakan Nasional Pembela Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) dengan Presiden Joko Widodo pada Hari Idul Fitri.
"Tentu pertemuan kami koordinasikan dengan Habib Rizieq karena perjalanan kami dari awal 411 terus koordinasi dengan Kapolri, 212 kami terus berkoordinasi, jadi apa yang kami lakukan ini tidak jalan sendiri, kami tetap berkoordinasi," kata Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir dalam konferensi pers di Ar-Rahman Qur'anic Learning (AQL) Islamic Center Jakarta, Selasa.
Bachtiar Nasir melakukan konferensi pers bersama dengan para pengurus GNPF-MUI yaitu Wakil Ketua GNPF MUI Zaitun Rasmin, anggota Dewan Pembina GNPF-MUI Yusuf Matra, anggota Dewan Pembina GNPF-MUI Haikal Hasan, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Sobri Lubis serta Juru Bicara FPI Munarman.
Pertemuan GNPF-MUI dan Presiden Joko Widodo terjadi pada hari raya Lebaran 25 Juni 2017 di Istana Merdeka yang dihadiri oleh 7 orang pengurus GNPF-MUI. Sedangkan Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
"Kami diterima di ruang khusus, tidak ada tamu lain. Kalau 'halal bi halal' kan beda, ada tamu a, b, c lalu presiden menerima semua tamu dalam rangka halal bi halal. Ini di ruang oval, di meja rapat yang Presiden biasa menerima tamu. Di sana kami bertujuh," ungkap Bachtiar.
Ketujuh orang pengurus GNPF itu adalah Bachtiar Nasir, Yusuf Matra, Zaitun Rasmin, Plt Sekretaris GNPF-MUI Muhammad Lutfi Hakim, tim advokasi GNPF-MUI M Kapitra Ampera, Imam FPI Habib Muchsin dan Deni.
Menurut Bachtiar, dalam pertemuan itu juga membicarakan soal adanya diskriminasi terhadap proses hukum antara muslim dan non-muslim.
"Pihak rezim itu tidak merasa melakukan diskriminasi muslim dan non-muslim. Kami menyadari Presiden dan rezim tidak merasa ada kriminilisasi ulama, tidak merasa juga melakukan sematan-sematan bahwa Islam itu intoleran, antipacasila, anti kebhinekaan, tidak," ungkap Bachtiar.
Ia juga membantah ada pembicaraan soal kasus-per kasus yang menimpa para pengurus GNPF-MUI.
"Tidak ada permintaan dari kami membicarakan kasus dan tidak ada pembicaraan soal kasus tapi kami konsisten mengawal dan membela kasus-kasus yang menimpa para ulama dan aktivis. Untuk kasus ini kami bicara dengan teknis tidak dengan Presiden, karena saya tegaskan pertemuan dengan presiden bersifat makro selebihnya kami konsisten mengikuti proses hukum," ungkap Bachtiar.
Seperti diketahui, GNPF-MUI menggerakkan massa untuk ikut dalam "Aksi Bela Islam" pada 4 November 2016 yang lebih dikenal dengan aksi 411, pada 2 Desember 2012 atau 212, lalu aksi 313 pada 31 Maret 2017.
Aksi tersebut dilatarbelakangi tuntutan mereka terhadap tuduhan penodaan agama yang dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang akhirnya dinyatakan bersama melakukan penistaan agama terkait Surat Al Maidah ayat 51 dan divonis 2 tahun penjara.
Namun sejumlah kasus kemudian menimpa para pengurusnya misalnya Polda Metro Jaya menetapkan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab sebagai tersangka kasus percakapan "Whatsapp" dan foto berkonten pornografi dengan Ketua Yayasan Solidaritas Sahabat Cendana, Firza Husein.
Rizieq yang pernah berada di Arab Saudi sejak 26 April 2017 lalu pergi ke Yaman hingga saat ini belum mau memenuhi panggilan kepolisian terkait dengan kasus dugaan pornografi yang menjeratnya.
Sedangkan Bachtiar Nasir juga terseret dalam kasus dugaan pelanggaran Undang-undang Yayasan, Undang-undang Perbankan dan juga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait penyimpangan dana Yayasan Keadilan untuk Semua (YKUS). Polri telah menetapkan Ketua Yayasan KUS Adnin Armas sebagai tersangka dalam aksi 411.
Yayasan KUS memberikan surat kuasa kepada Bahtiar Nasir. Namun Bahtiar kemudian memberikan kuasa kepada salah seorang petugas bank syariah berinisial IS yang juga telah dijadikan tersangka dalam kasus ini, untuk mencairkan uang padahal UU No 28 tahun 2004 tentang perubahan UU 16 tahun 2001 mengatur bahwa dana yayasan tidak dapat digunakan untuk kepentingan pihak ketiga tanpa izin dari pengurus lain.
Selanjutnya Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Gatot Saptono alias Muhammad Al Khaththath ditangkap polisi pada 30 Maret 2017. Ia adalah pemimpin aksi Bela Islam 313 (aksi 31 Maret 2017) dan ditahan karena menjadi tersangka kasus dugaan pemufakatan makar terkait aksi 313.