Rabu 28 Jun 2017 05:45 WIB

Pelajar Muslim Jerman Keluhkan Rasialisme di Polandia

Imigran Muslim di Jerman. (Ilustrasi)
Imigran Muslim di Jerman. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WARSAWA -- Pelajar Muslim Jerman terkejut menjadi sasaran rasialis ketika mengikuti study tour ke memorial Holocaust di Polandia. Pelajar dari sebuah sekolah di Berlin ini mengaku mendapat perlakuan rasialis dari masyarakat setempat selama perjalanan mereka di bagian timur Polandia. 

Empat pelajar yang mengenakan jilbab ini menceritakan kepada radio Deutschlandfunk tentang pengalaman mereka menerima serangkaian perlakuan diskriminasi. 

Seorang pelajar mengatakan seorang pria meludahinya di jalan di Kota Lublin. Kala itu, dia menuturkan, seorang polisi melihat kejadiannya namun hanya berdiri sembari menyeringai dan tidak melakukan apapun.

Pelajar lainnya mengaku dia dikeluarkan dari sebuah tokoh karena berbicara bahasa Persia. Saat itu, dia sedang berbicara dengan saudara laki-lakinya di telepon.

"Mereka mendatangi saya dan berkata 'dapatkah Anda pergi, Anda mengganggu orang-orang di sini'. Saya berpikir: Mengapa? Hanya karena saya berbicara bahasa Persia dan saya orang asing? Ya," katanya kepada Deutschlandfunk, dilansir dari BBC, Rabu (28/6). 

Para pelajar ini juga mengatakan seorang pedagang di Lublin menolak menjual air karena mereka orang asing. Pada kesempatan lain, satu dari empat remaja ini mengaku diancam dengan pisau. 

Jumlah pelajar yang mengikuti study tour ini sebanyak 20 orang, sebagian besar Muslim. Kelompok siswa dari Theodor Heuss Community School di Berlin-Moabit ini menyambangi Majdanek, sebuah bekas kamp konsentrasi di pinggiran Lublin, di mana Pasukan Nazi Jerman, SS, membunuh Yahudi pada Perang Dunia II. 

Mereka juga mengunjungi lokasi kamp konsentrasi lainnya di Treblinka, Kota Warsawa, dan Lodz. Di dua kota itu, komunitas Yahudi dibantai oleh Nazi. 

Tujuan dari trip ini untuk mengetahui penderitaan masyarakat Polandia di bawah pendudukan Nazi. Perjalanan ini diatur oleh sebuah lembaga memorial Holocaust Jerman, yaitu House of the Wannsee Conference.

Direktur House of Wannsee Conference Hans-Christian Jasch mengatakan sangat terkejut bahwa adanya tindakan rasis kepada remaja, yang berada di bawah pengawasan lembaganya. Dia pun menyatakan perlakuan diskriminasi yang diterima para pelajar ini sangat menyedihkan. 

"Dalam sebuah perjalanan yang didedikasikan untuk mempelajari topik ini (rasisme), tentu saja sangat menyedihkan," kata dia. Jasch pun berencana mengajukan keluhan ke Kedutaan Besar Polandia di Berlin.

Kepolisian Lublin sudah mengeluarkan pernyataan mengenai hal ini pada Selasa (27/6). Dalam pernyataan resminya, kepolisian menyatakan peserta perjalanan tidak melaporkan keluhan kepada petugas polisi Lublin. 

Anggota kelompok telah menghubungi dua polisi dalam bahasa Inggris. Namun, orang-orang yang menerjemahkan pernyataan mereka mengatakan bahwa tidak ada masalah. "Orang-orang bertukar senyuman sopan," kata pernyataan tersebut menambahkan. 

Kepolisian Lublin juga mengaku polisi telah memeriksa rekaman CCTV. Namun, tidak menunjukkan insiden yang melibatkan orang asing. 

Berdasarkan data Kejaksaan Polandia, serangan kebencian atau sikap anti-Muslim meningkat pada 2016 dibandingkan tahun sebelumnya. Wakil Ombudsman Polandia untuk Hak Asasi Manusia Sylwia Spurek mengatakan orang asing yang tinggal di Polandia, terutama dari negara-negara Arab, semakin sering mengalami berbagai jenis serangan. 

Dia mengatakan pihak berwenang, terutama polisi harus bertindak melawan sikap menolak atau bahkan memusuhi orang asing. 

Polandia bersama Republik Ceko, Slowakia, dan Hungaria termasuk negara yang menolak menerima pengungsi Muslim. Empat negara itu menolak kepuutusan Uni Eropa unuk menerima 160 ribu pengungsi, sebagian besar Muslim dari Suriah. 

Pemimpin Partai Hukum dan Keadilan (PiS), yang berkuasa di Polandia, Jaroslaw Kaczynski mengatakan pada Oktober 2015 bahwa para pengungsi tersebut menimbulkan bahaya kesehatan. 

Menteri Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan Tinggi Polandia Jaroslaw Gowin membela kebijakan tersebut. "Setiap negara dan rakyatnya punya hak untuk melindungi diri mereka dari kepunahan," kata dia. 

sumber : BBC
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement