REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -- Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso mengatakan tradisi melepas balon ke udara bebas yang digelar setiap tahun masa Lebaran bisa membahayakan bagi penerbangan di Indonesia.
"Tradisi melepas balon di daerah Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, misalnya menjadi suatu perhatian pihak penerbangan, dan hingga kini dilakukan sosialisasi di masyarakat setempat itu," kata Agus Santoso di sela pemantauan arus balik Lebaran di Pospam Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (28/6) petang.
Dia menambahkan kawasan jalur pantai utara Jawa ini merupakan jalur terpadat nomor lima di dunia. Pesawat yang melintas di jalur itu sangat padat sehingga kalau ada balon hingga ketinggian itu akan membahayakan penerbangan.
Agus mengatakan Kemenhub tidak bisa melarang tradisi melepas balon tersebut tetapi berupaya untuk mengubahnya dengan cara ditambatkan. Namun, Kemenhub akan ikut terlibat mengadakan lomba festival balon setiap Lebaran dengan cara ditambatkan atau diikat hingga ketinggian sekitar 40 meter.
"Jika tradisi lepas balon itu dilepas di udara bebas hingga ketinggian mencapai 38 ribu hingga 40 ribu feet dari permukaan tanah, hal ini yang tidak diperbolehkan karena bisa mengganggu jalur penerbangan di Indonesia," kata Agus.
Dia menambah melepas balon ke angkasa juga memiliki konsekwensi hukum. Hal itu melanggar Undang Undang No. 1/2009, tentang Penerbangan. Ancaman hukumannya cukup berat, yaitu bisa divonis penjara dua tahun dan denda uang Rp 500 juta.
Karena itu, Kemenhub terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk menggelar lomba lepas balon dengan cara diikat.
Beberapa hari ini, Kemenhub mendapat laporan mengenai adanya balon di udara. Kemenhub sudah menyampaikan kepada kepala daerah setempat dan Polda Jateng terkait itu.
Selain Wonosobo, tradisi melepas balon ke udara juga ada di Kabupaten Banjarnegara, Cilacap dan Ponorogo, Jawa Timur.
General Manager AirNav Indonesia Cabang Pratama Solo Hengky Poluan mengatakan tradisi melepas balon sebaiknya diubah menjadi diikat dengan ketinggian sekitar 100 hingga 200 meter. Dengan demikian, dapat dinikmati dengan dilihat oleh masyarakat dari bawah.
"Kami dengan tradisi balon itu, sudah ada laporan sebanyak 33 kasus dari pilot yang ketemu balon di udara ketinggian sekitar 25 ribu kaki hingga 37 ribu kaki. Hal ini kalau mengenai kabin atau mesin pesawat terbang bisa membahayakan penerbangan," kata dia.
Menurut Hengky Poluan kasus tersebut pernah terjadi di luar negeri, yakni pesawat terbang terbakar dan jatuh akibat balon masuk ke dalam mesin kipas.
Kendati demikian, AirNav sudah mengirimkan surat ke Polda dan Kepala Daerah setempat terkait tradisi lepas balon di Wonosobo, Banjarnegara, Cilacap dan Ponorogo, yang digelar menjelang hingga pascalebaran belum lama ini.