REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Childline mengungkapkan anak-anak berusia sembilan tahun dicap sebagai teroris setelah serangan teror di Inggris baru-baru ini. Saluran bantuan untuk anak-anak itu mencatat lonjakan jumlah anak yang menghubungi mereka karena diskriminasi berbasis agama dan ras dalam beberapa bulan terakhir.
Childline menerima 128 panggilan mengenai masalah ras atau agama menyusul serangan teror Westminster pada Maret, meningkat dari 71 dari Februari. Setelah serangan teror Manchester, hampir 300 sesi diadakan untuk anak-anak yang khawatir dengan terorisme.
Siswa yang menghubungi layanan tersebut memberi tahu Childline bahwa mereka dilabeli dengan sejumlah panggilan tertentu, dituduh berasoasi dengan ISIS, dan diancam dengan kekerasan. "Anak-anak perempuan sering menjadi korban saat mengenakan jilbab," kata petugas Childline, dilansir Independent.
Konselor juga mengatakan anak-anak menceritakan bagaimana pelecehan dan stereotip yang berlangsung terus-menerus telah merugikan mereka. Sebagian besar dari anak-anak itu berharap mereka dapat mengubah siapa diri mereka.
Labelisasi itu membuat beberapa anak merasa terisolasi dan menarik diri dari masyarakat. Bahkan, mereka enggan masuk sekolah untuk menghindari intimidasi tersebut.
Dalam tiga tahun terakhir, Childline melakukan 2.500 sesi konseling dengan topik intimidasi ras dan agama. Anak-anak Muslim, Yahudi, Kristen, Hitam, dan Sikh termasuk di antara anak-anak yang telah menghubungi Childline karena mengalami intimidasi ini.
"Untuk anak-anak berusia sembilan tahun yang diintimidasi karena ras atau kepercayaan sangat mengkhawatirkan, seperti kita ketahui bagaiman merusaknya intimidasi ini," kata Komisi Nasional untuk Pencegahan Kekejaman terhadap Anak (NPSCC) Inggris, dilansir dari Metro, Kamis (29/6).
NSPCC mengatakan anak-anak mungkin tidak menyadari betapa dampak kata-kata dan tindakan yang menyakitkan namun intimidasi dapat menyebabkan masalah kesehatan mental. "Sangat penting orang dewasa melakukan intervensi ketika melihat ada anak yang hendak diintimidasi," kata dia.
Presiden dan Pendiri Childline Dame Esther Rantzen juga menyerukan orang dewasa untuk meningkatkan kepedulian tentang dampak teror terhadap anak-anak. "Saat kejadian teror terjadi, kita orang dewasa begitu sering merasa ngeri sehingga terkadang lupa bahwa anak-anak juga sedang menontonnya," kata dia.