REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Jaksa penuntut perang AS tidak berusaha menjatuhkan tuntutan hukuman mati terhadap Riduan "Hambali" Isomuddin, yang diduga memerintahkan pengeboman klub malam yang mematikan di Bali pada 2002 , kata seorang pejabat militer AS.
Hambali, yang telah ditahan di Teluk Guantanamo sejak 2006, telah diberitahu pada minggu lalu jaksa penuntut perang AS sedang mempersiapkan kasusnya sebelum sebuah komisi militer di pangkalan AS di Kuba mengenai sejumlah tuduhan terorisme.
Riduan "Hambali" Isomuddin telah dituduh berkomplot dengan para pemimpin Alqaidah dalam serangkaian serangan teror, termasuk peristiwa Bom Bali pada Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 orang warga Australia. Lembar dakwaan, yang berhasil diperoleh ABC News menceritakan banyak perencanaan serangan teroris di Australia, Singapura, Indonesia, Filipina dan Thailand.
Petugas hukum Pentagon, yang dikenal sebagai panitia penyelenggara, masih harus menyetujui dakwaan tersebut sebelum kasus tersebut dapat dilanjutkan ke sebuah penjadwalan kasus dakwaan di pengadilan. Kepala penasihat pertahanan untuk komisi militer,
Brigadir Jenderal Korps Marinir, John Baker, mengatakan dalam sebuah email dia diberitahukan jaksa penuntut tidak bermaksud mengajukan tuntutan hukuman mati walaupun beberapa dakwaan berpotensi layak untuk dikenakan hukuman mati.
Brigadir Jenderal Baker mengatakan dirinya akan mengajukan permintaan tambahan sumber daya untuk "secara efektif mewakili" Hambali, namun keputusan untuk tidak mengusahakan penerapan hukuman mati berarti dia tidak perlu mencari pengacara hukuman mati yang berpengalaman.
Pengacara semacam itu biasanya adalah warga sipil. Juru bicara Departemen Pertahanan AS menolak berkomentar karena dakwaan tersebut belum diteruskan ke pihak yang berwenang.
Penundaan yang panjang untuk kasus hukuman mati
Ada dua kasus hukuman mati di komisi militer yang tertunda di Guantanamo dan keduanya telah macet selama bertahun-tahun dalam proses pengadilan praperadilan. Satu kasus melibatkan lima orang yang ditugaskan untuk merencanakan dan membantu serangan teroris 11 September 2001.
Dan kasus lainnya adalah dalang dugaan serangan bom pada Oktober 2000 yang mematikan di USS Cole di Yaman. Kedua kasus ini telah terhenti karena masalah yang berkaitan dengan fakta para terdakwa ditahan selama bertahun-tahun di fasilitas rahasia CIA dan menjalani perawatan yang sekarang secara luas dianggap sebagai penyiksaan.
Persidangan apa pun terkait Hambali akan melibatkan isu serupa. Warga Indonesia berusia 53 tahun itu juga telah ditahan oleh CIA dan juga dikenai apa yang oleh Pemerintah AS disebut program interogasi "yang disempurnakan”.
Hambali dituduh sebagai "dalang operasional" kelompok ekstremis yang berbasis di Asia Tenggara yang dikenal sebagai Jemaah Islamiyah, sebuah organisasi afiliasi Alqaidah. Hambali adalah satu dari 41 tahanan yang masih ditahan di Guantanamo. Jika kasus terhadap dirinya dilanjutkan, maka dia akan menjadi yang pertama didakwa sejak Donald Trump menjadi Presiden AS.
AP/ABC
Diterjemahkan pada pukul 17:00 WIB, 29/6/2017 oleh Iffah Nur Arifah dan simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.