Jumat 30 Jun 2017 07:46 WIB

Cina Sebut Hubungan dengan Filipina dalam Periode Emas

Menlu Cina Wang Yi
Foto: EPA
Menlu Cina Wang Yi

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Hubungan antara Cina dan Filipina telah memasuki "periode emas" ditandai dengan pengembangan cepat, kata Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi pada Kamis (29/6). Hal itu merujuk kepada pertumbuhan di bidang perdagangan dan usaha-usaha bilateral untuk menyelesaikan perselisihan di Laut Cina Selatan.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah mengambil kebijakan untuk menjalin kerja sama di bidang investasi dan bisnis dengan Cina dan menghindari pertikaian mengenai kedaulatan maritim yang para pendahulu kedua negara tinggalkan.

Duterte telah menghadapi kritik di dalam negeri yang sebagian orang melihat dia terlalu lunak terhadap Cina terkait perselisihan teritorial yang berlangsung lama. Tetapi dia memandang pendekatannya bersifat pragmatis dan mengatakan menantang Cina berisiko memicu perang.

Wang, yang berbicara kepada wartawan setelah pertemuan dengan Menlu Filipina Alan Peter Cayetano di Beijing, mengatakan kedua negara telah menandatangani 22 perjanjian kooperatif dalam kurang dari enam bulan dan Cina telah menjadi mitra dagang terbesar untuk pertama kali.

"Kedua negara telah membentuk mekanisme konsultasi bilateral mengenai isu Laut Cina Selatan dan juga mekanisme untuk kerja sama antara para penjaga pantai," kata Wang.

"Jika ada orang yang ingin membalik kemajuan yang dicapai saat ini hal itu akan merusak kepentingan rakyat Filipina dan ini bukan yang kami ingin saksikan," kata dia.

Cayetano mengatakan perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Timur dan Selatan, dan juga seluruh kawasan, merupakan hasil yang dapat dilihat dari perbaikan hubungan dengan Cina saat ini. Ia juga memuji prakarsa Sabuk dan Jalan Presiden Cina Xi Jinping untuk menghubungkan negara-negara melalui pembangunan infrastruktur sebagai gagasan besar di dunia yang sedang mencari dan menunggu ide-ide besar.

Cina mengkalim sebagian besar Laut Cina Selatan kaya energi yang melalui kawasan itu perdagangan senilai 5 triliun dolar melintas tiap tahun. Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Taiwan juga mengklaim sebagian dari perairan itu, tempat China telah membangun fasilitas militer seperti landasan pacu di pulau-pulau yang dikuasainya.

Pemerintah Filipina sebelumnya mengajukan sebuah kasus pada 2013 ke Mahkamah Arbitrase di Den Haag mengenai perbatasan maritim. Tahun lalu mahkamah itu membatalkan klaim Cina atas kedaulatan sebagian besar Laut Cina Selatan, tetapi Duterte mengambil kebijakan atas keputusan mahkamah itu untuk sementara tidak diberlakukan dan mengatakan ia akan kembali menindaklanjutinya nanti dalam masa pemerintahannya.

Amerika Serikat telah mengeritik proyek-proyek konstruksi Cina di perairan yang diperselisihkan, khawatir fasilitas-fasilitas itu dapat digunakan untuk melarang gerakan bebas dan memperluas jangkauan strategis Cina.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement