Jumat 30 Jun 2017 14:51 WIB

OPCW Pastikan Penggunaan Sarin di Suriah

Rep: Puti Almas/ Red: Gita Amanda
Markas Organisasi Pelarangan Senjata Kimia di Denhaag, Belanda
Foto: OPWC.ORG
Markas Organisasi Pelarangan Senjata Kimia di Denhaag, Belanda

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Tim pencari fakta dari Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) PBB memastikan zat sarin digunakan dalam serangan yang terjadi di Suriah pada 4 April lalu. Serangan diluncurkan melalui udara tepatnya di salah satu kota yang dikuasai oposisi negara, Khan Sheikhoun, Provinsi Idlib hingga menewaska lebih dari 80 orang.

Dari laporan, korban yang terkena serangan udara menjadi kesulitan bernapas dan kejang-kejang. Bahkan, beberapa diantaranya mengeluarkan busa dari mulut, sebagai dampak dari serangan racun kimia.

Tim pencari fakta OPCW yang berbasis di Den Haag, Belanda mendapat kesimpulan sarin digunakan dalam serangan di Khan Sheikhoun berdasarkan sejumlah bukti yang didapatkan. Diantaranya diambil dari pemeriksaan sampel, hingga mewawancarai saksi yang berada di lokasi kejadian.

"Sejumlah orang yang kami periksa memiliki kecenderungan mengalami gejala-gejala terkena paparan sarin atau zat yang memiliki substansi persis seperti itu," ujar pernyataan tim pencari fakta OPCW, dilansir BBC, Jumat (30/6).

Amerika Serikat (AS) telah menuding Pemerintah Suriah berada di balik serangan tersebut. Salah satu alasannya adalah sebuah penyelidikan yang dilakukan PBB bersama dengan OPCW pada Oktober 2016 lalu bahwa mereka menemukan bukti militer Suriah menggunakan bom klorin. Mereka melakukan beberapa kali serangan sepanjang konflik di negara itu sejak 2011, namun hal itu berlangsung sekitar pada 2014 dan 2015 lalu.

Presiden Suriah Bashar Al Assad juga diduga terkait langsung dengan perintah penggunaan senjata kimia. Ia disebut oleh penyelidik internasional bertanggung jawab bersama dengan saudara laki-lakinya karena melakukan salah satu jenis kejahatan perang itu.

Saat ini, panel PBB tengah melakukan penyelidikan secara lebih mendalam apakah Pemerintah Suriah bertanggung jawab di balik sejumlah serangan senjata kimia yang terjadi di negara itu. Laporan terbaru mengenai penggunaan zat kimia sarin saat ini belum dipublikasikan secara resmi kepada pihak-pihak lainnya selain di kalangan OPCW, seperti Dewan Keamanan PBB.

Penggunaan senjata kimia dilarang di bawah hukum internasional dan termasuk dalam kategori kejahatan perang. Penyelidikan yang dilakukan saat ini di Suriah, tidak memiliki kekuatan hukum.

Suriah juga bukan merupakan anggota dari Pengadilan kriminal Internasional (ICC). Namun, dugaan kejahatan perang dapat dirujuk ke ICC melalui Dewan Keamanan PBB. Pada 2013 lalu Pemerintah Suriah pernah membuat kesepakatan untuk menghancurkan seluruh senjata kimia yang negara itu miliki, sesuai dengan kesepakatan yang ditengahi oleh Rusia dan AS.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement