REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Otoritas Israel, pada Kamis (29/6), menutup Masjid Al-Aqsha untuk Muslim yang ingin beribadah di sana. Tindakan tersebut memancing kemarahan otoritas Palestina. Sebelumnya, Israel biasanya hanya melarang Muslim di bawah usia tertentu untuk tidak beribadah di Al-Aqsha. Namun, pada Kamis lalu, mereka melarang setiap Muslim untuk memasuki Al-Aqsha.
"Polisi Israel menutup Masjid Al-Aqsha untuk semua Muslim," kata direktur jenderal urusan Al-Aqsha Azzam al-Khatib, seperti dilaporkan laman Asharq Al-Awsat, Jumat (30/6).
Ketika para Muslim dilarang beribadah di Al-Aqsha, kepala kepolisian Israel di sana, yakni Yuram Levi, bersama anggota ekstremi Yahudi justru memasuki masjid tersebut. Mereka hendak memperingati hari kematian Hallel Ariel, seorang gadis yang dilaporkan dibunuh oleh warga Palestina di Al-Khalil, Hebron.
Pemerintah Palestina mengecam tindakan tersebut. "Tindakan semacam itu bertentangan dengan semua nilai dan moral manusia dan dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap semua hukum internasional," ungkap juru bicara Otoritas Palestina Tareq Rashmawi.
Rahsmawi juga meminta agar masyarakat internasional untuk mengambil keputusan cepat dan mengikat guna menghentikan pihak berwenang Israel melakukan kejahatan lainnya terhadap rakyat Palestina. Termasuk tempat-tempat suci milik umat Islam.
Berbeda dengan Rashmawi, Mahmoud al-Habash, hakim syariat tertinggi di Otoritas Palestina menilai tindakan Israel melarang Muslim untuk beribadah di Al-Aqsha dapat memicu konflik agama. "Dalam mengambil langkah semacam itu, Israel mengizinkan genderang perang agama dengan menghasut sentimen keagamaan dari 1,5 miliar Muslim di seluruh dunia," ujarnya.
Al-Habash meminta semua masyarakat Arab agar rutin berkunjung ke Al-Aqsha. Hal tersebut guna mencegah Israel menghasilkan perubahan demografis dan keagamaan di Yerusalem.