REPUBLIKA.CO.ID, Ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Yasser Arafat kembali ke Jalur Gaza pada 1 Juli 1994, setelah 27 tahun diasingkan di Mesir. Dengan mengenakan seragam militer dan kopiah, Arafat memberikan salam hormat saat ia melintasi perbatasan antara Rafah, Palestina dan Gurun Sinai, Mesir.
"Sekarang saya kembali ke tanah Palestina yang bebas. Anda harus membayangkan bagaimana hati saya dan perasaan saya," ujar Arafat kepada Presiden Mesir Hosni Mubarak sesaat setelah dibebaskan, dikutip BBC.
Ia mendapat pengawalan ketat dari pasukan keamanan baret hijau Palestina. Arafat melakukan perjalanan sejauh 20 mil ke Gaza dengan mobil Mercedes hitam yang dilengkapi dengan sistem antipeluru.
Ancaman pembunuhan dari pemukim Israel di Kfar Dorom memaksa rute perjalanannya diubah. Namun, Arafat masih dapat melihat jalan-jalan kenangan, seperti Gush Qatif, yang menjadi tempatnya berjuang demi negara Palestina.
Di Kota Gaza, Arafat memberikan pidato kemenangan dari atas balkon bekas markas gubernur militer Israel, yang dipenuhi oleh sekitar 200 ribu warga Palestina. Ia terlihat berbeda dengan pemimpin Palestina lainnya saat berbicara tentang ketertarikannya kepada Yerusalem.
Kembalinya Arafat adalah awal diundangkannya Deklarasi Prinsip-Prinsip yang disepakati dalam Persetujuan Perdamaian Oslo yang ditandatangani di Washington pada 1993. Berdasarkan kesepakatan tersebut, Otoritas Nasional Palestina mengambil alih daerah-daerah otonom, seperti Gaza dan Jericho, dan Arafat terpilih menjadi presidennya.
Yasser Arafat serta Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres pernah dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 1994.
Pada 2000 Arafat dan Perdana Menteri Israel Ehud Barak bertemu di Camp David di AS untuk menyetujui kesepakatan damai terakhir, namun mereka tidak dapat mencapai kesepakatan. Pada September 2000 intifadah Palestina kedua meletus. Arafat semakin terisolasi dan telah dituduh menghasut teror.
Selama tahun-tahun terakhir hidupnya, Arafat dibatasi oleh Israel di kota Ramallah di Tepi Barat. Meskipun Otoritas Palestina menunjuk pemimpin baru, Arafat tetap menjadi tokoh simbolis Palestina dan ribuan orang hadir dalam upacara pemakamannya pada November 2004.
Selanjutnya: Hong Kong Kembali ke Tangan Cina