REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar, dan perantara pemberi suap Kamaludin menggunakan kata sandi "eceran" dan "grosiran" untuk mendekati hakim MK lainnya. Hal itu terungkap dalam sadapan percakapan antara Patrialis Akbar dan Kamaludin pada 30 November 2016 yang diputar dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (3/7).
Patrialis: Ndak mau?
Kamaludin: He-eh, dia tahu katanya
Patrialis: Oh hah?
Kamaludin: Nggak mau kalau itu katanya
Patrialis: Yang itu yang grosiran itu kan?
Kamaludin: Iya dia bilang gawat itu katanya (tertawa)
Patrialis: Iya iya
Kamaludin: Bener (tertawa) iya
Patrialis: Iya memang
Kamaludin: Iya dia jangan jangan deh jangan bos jangan deh katanya (tertawa).
Patrialis: Itu kan pedagang grosiran
Kamaludin: Betul betul pedagang ini. pedagang enggak bukan partai kecil pasti ininya apa? bukan partai kecil. eee sendal jepit enggak mau dia.
Patrialis: Enggak ada eceran enggak ada
Kamaludin: Enggak ada eceran grosir (tertawa)
Patrialis: Ah terus antum udah temui adinda itu,
Kamaludin: Oh belum. nanti jangan ana ada lagi ini temennya juga temennya dia ana utus dia aja jadi seolah-olah enggak ada hubungan ama ana.
Patrialis: Oh kalo gitu gini deh
Kamaludin: Hemmm
Patrialis: Ana juga lagi pikirin deh
Kamaludin: Ah itu lebih...
Patrialis: Kalo ada pesawat... ada kalau enggak kita pakai pesawat lain juga boleh.
Kamaludin: Boleh pesawat lain bos siap
Patrialis: Heem iya ane
Kamaludin: Mantap bos, antum di mana?
Patrialis: Ane pikirin, ini udah mau pulang nih
Kamaludin: Mau makan dulu enggak?
Patrialis: Kita abis makan nih hah.
"Apa maksud saudara mengatakan 'yang grosiran kan?'," tanya jaksa penuntut umum KPK Lie Putra Setiawan.
"Tidak paham saya, Pak Kamal yang menyampaikan," jawab Patrialis yang menjadi saksi dalam sidang tersebut. "'Yang grosiran itu itu adalah kata-kata saksi," tegas jaksa Lie.
"Berarti ada yang putus," jawab Patrialis.
"Apa rekamannya mau diulang?" tanya jaksa Lie.
"Artinya yang mengucapkan kalimat grosiran pertama itu adalah Pak Kamal, terus saya reflek itu bukan grosiran," jawab Patrialis. "Jadi apa maksud grosiran itu?" tanya ketua majelis hakim Nawawi Pamolango.
"Tidak begitu paham saya yang mulia," jawab Patrialis.
"Pada menit pertama detik 54 'Itu kan pedagang grosiran' kembali ini kata-kata Anda, tetap tidak mengerti?" tanya jaksa Lie. "Itu atas respon saya terhadap perkataan Pak Kamal," jawab Patrialis.
"Pada menit ke-2 detik ke-4 saudara mengatakan juga 'gak ada eceran', tetap tidak paham?" tanya jaksa Lie. "Kalau ada grosiran berarti eceran tidak ada," jawab Patrialis.
"Berikutnya saudara mengatakan 'antum sudah menghubungi adinda itu'. Adinda itu maksudnya siapa?" tanya jaksa Lie. "Surya," jawab Patrialis
"Kenapa saudara Surya perlu dihubungi?" tanya jaksa Lie.
"Karena kan Pak Kamal menanyakan terus kepada saya, saya tidak bisa silakan saja," jawab Patrialis.
"Maksud saksi agar Kamaludin mempergunakan juga jasa Surya ini untuk menghubungi Suhartoyo?" tanya jaksa Lie. "Betul," jawab Patrialis.
"Lalu berikutnya menit ke-2 detik ke-28 'kalau ada ya ada, kalau enggak kita pakai pesawat lain juga boleh'. Apa maksudnya itu? Itu kalimat saksi," tanya jaksa Lie.
"Saya tidak ingat itu yang mulia, mohon maaf," jawab Patrialis. "Tapi pembicaran itu ada?" tanya jaksa Lie.
"Selama rekaman itu ada, pasti ada pembicarannya. Saya dari awal tidak membantah tapi ujungnya saya tidak pernah bicara masalah uang," jawab Patrialis.
Patrialis menjadi saksi untuk terdakwa pemilik PT Impexindo Pratama, PT Cahaya Timur Utama, PT Cahaya Sakti Utama dan CV Sumber Laut Perkasa Basuki bersama dengan General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny yang didakwa memberikan uang sejumlah 50 ribu dolar AS (sekitar Rp 690 juta), Rp 4,043 juta dan menjanjikan uang Rp 2 miliar kepada hakim konstitusi Patrialis Akbar untuk memengaruhi putusan Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dalam dakwaan disebutkan Patrialis menyarankan Basuki melakukan pendekatan kepada Hakim Suhartoyo yang belum menyampaikan pendapat dengan menggunakan jasa Lukas (seorang pengacara yang dekat dengan Hakim Suhartoyo dan dikenal oleh Patrialis Akbar) atau menggunakan jasa Surya (saudara dari Patrialis Akbar), namun pada akhirnya Basuki tidak menggunakan jasa Surya.