REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah mengatakan untuk kembali mempelajari model bisnis yang dijalankan oleh pelaku usaha ritel di Tanah Air. Hal ini menyusul bangkrutnya salah satu peritel raksasa, 7-Eleven di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebutkan, tumbangnya 7-Eleven dalam persaingan usaha ritel menunjukkan bahwa model bisnis yang dijalankan oleh manajemen tidak cocok dengan iklim usaha di Indonesia.
Apalagi, 7-Eleven memanfaatkan izin restoran, di mana dari segi regulasi, restoran bisa menyentuh pemukiman. Hal ini beda dengan izin ritel yang ada batasan-batasan terkait posisi ritel yakni tidka terlalu dekat dengan pemukiman agar tidak mematikan usaha kecil yang dimiliki masyarakat.
"Dia (7-Eleven) terlalu mengandalkan ke profit perdagangannya. Kalau kita lihat minimarket yang lain, ambil profitnya sedikit sekali. Mereka ngambilnya itu dari perusahaan yang memasukkan barang ke mereka, di charge untuk mereka. Sehingga bisa diperkirakan ya kalah saing," jelas Darmin di kantornya, Senin (3/7).
Perkara pemilihan model bisnis ini lah yang kemudian membuat 7-Eleven kalah bersaing dengan peritel lainnya. Bahkan, ia mengungkapkan bahwa 7-Eleven cukup berjaya di kandangnya, yakni Amerika Serikat (AS). Menurut Darmin, 7-Eleven tidak menggunakan model bisnis restoran melainkan murni ritel. "Tetapi di sana mereka lebih lebih banyak mengandalkan profit dari perdagangan itu sendiri," katanya.
Darmin mengaku, kisah 7-Eleven ini membuat pemerintah untuk mengkaji masing-masing model bisnis yang dijalankan peritel di Indonesia. Apalagi ia menekankan, segala aturan yang dibuat untuk ritel tidka bermaksud untuk membatasi ruang gerak dan pengembangan bisnis ritel di Tanah Air, namun lebih kepada prinsip keadilan agar pasar tradisional tidak mati tergilas ritel modern.
"Kita ini aja yang agak lain. Makanya kita sendiri coba mempelajari secara lebh mendalam apakah bisnis model ini yang berjalan sekarang ini sebenarnya menguntungkan secara nasional apa tidak," kata Darmin.