REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Polisi Prancis menahan pria 23 tahun tersangka teror ekstrem sayap kanan karena diduga ingin membunuh Presiden Prancis Emmanuel Macron di hadapan Presiden AS Donald Trump.
Rencana tersebut terungkap setelah ia mencoba mendapatkan senapan serbu Kalashnikov secara online. Pria tersebut dituntut dengan terorisme Sabtu pekan lalu.
Dikutip dari Standard.co.uk, Senin (3/7), tersangka berasal dari Paris. Dia berencana membunuh Macron saat melakukan penghormatan peringatan Hari Bastille pada 14 Juli.
Tahun ini Trump menjadi tamu kehormatan dalam peringatan hari nasional Prancis tersebut. Peringatan di Champs Elysee dan Place de la Concorde itu akan menjadi salah satu operasi keamanan terbesar dalam sejarah Prancis. Operasi akan melibatkan ribuan tentara Prancis dan Amerika.
Baca: Kejaksaan Prancis Ungkap Rencana Pembunuhan Presiden Macron
Dalam sebuah forum video gim yang diawasi intelijen, pria tersebut menyebut sedang mencari sebuah senjata. Ketika polisi antiterorisme muncul di apartemennya di Argenteuil Rabu lalu, dia mengancam polisi dengan sebuah pisau dapur. Penggeledahan di apartemennya menemukan sejumlah senjata.
Jaksa mengatakan kepada radio RMC pria itu terganggu secara psikologis tapi berkemauan keras. Profilnya disebut mirip dengan Maxime Brunerie yang menembak presiden terdahulu Prancis Jacques Chirac saat parade Hari Bastille pada 2002. Brunerie adalah seorang neo-Nazi yang dijatuhi penjara 10 tahun sebelum dibebaskan pada 2009.
Macron menjabat sebagai presiden pada usia 39 tahun. Dia menerima sejumlah ancaman pembunuhan melalui surat dan email.