Selasa 04 Jul 2017 15:01 WIB

Penusuk Brimob Bermodus Lone Wolf, Ini Penjelasan Kapolri

Rep: Mabruroh/ Red: Andri Saubani
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian melakukan teleconference di Pos Terpadu Operasi Ramadniya Pospol Cikopo, Purwakarta, Jabar, Rabu (21/6).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian melakukan teleconference di Pos Terpadu Operasi Ramadniya Pospol Cikopo, Purwakarta, Jabar, Rabu (21/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kepolisian RI Jenderal Polri Tito Karnavian mengatakan pelaku penusukan terhadap Brimob, Mulyadi melakukan aksinya seorang diri. Oleh karena itu menurutnya serangan yang dilakukan Mulyadi dianggap sebagai serangan lone wolf. "Lone wolf ini mengambil istilah dari Serigala," kata Tito di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (4/7).

Begitupun dalam terorisme, menurut dia modus terorisme ada dua yakni yang menggunakan jaringan dan yang kedua leaderless Jihad atau jihad tanpa pemimpin itu dan ini yang disebut dengan lone wolf. Mulyadi, menurut Tito merupakan pelaku dengan modus lone wolf. Dia membuka laman radikal, terinspirasi, mengikuti kelompok percakapan radikal, kelompok di telegram radikal sehingga terpengaruh dan mengatur sendiri serangannya.

Sehingga, sambung Tito, serangannya pun tidak terlalu besar, apalagi bila dibandingkan dengan serangan bom Bali maupun JW Mariot. Alasannya karena pergerakan seorang diri, perencanaan seorang diri sehingga hasilnya pun tentu akan berbeda dengan terduga teroris yang sudah memiliki kelompok dan jaringan yang terorganisir.

"Mulyadi ini adalah kasus leaderless jihad, biasanya serangan mereka tidak terlalu besar karena bergeraknya perorangan maka kemampuan mereka pun perorangan, kurang biaya kemudian pengetahuannya kurang, kapabilitas istilahnya, kurang, maka itu (Mulyadi juga menyerang) menggunakan pisau," terang Tito.

Karena itu lanjut mantan kepala BNPT ini, tindakan yang dilakukan kepolisian dalam mengatasi serangan teroris dengan modus leaderless Jihad dengan yang memiliki jaringan tentu berbeda. Dalam mengatasi leaderless jihad menurut Tito yang dilakukan anggota adalah patroli internet, mengkonsolidasikan kekuatan siber nasional, Polri, TNI, dan BIN.

"Kominfo juga bisa semua website-website radikal dan semua saluran komunikasi mereka dipenetrasi. Kemudian yang bisa ditutup, ditutup, yang bisa masuk kita masuk (menjadi) bagian dari mereka sehingga tahu rencana mereka," jelas Tito.

Selain itu tambahnya, cara lain yang perlu dilakukan juga melakukan program kontra radikalisasi atau dengan membuat imun mereka kebal dari infeksi paham radikal. Terutama dalam hal ini yang lebih berperan, kata Tito, adalah Badan Nasional Penanggulangan Terorime (BNPT).

"Yang utama BNPT, bekerja sama dengan Mendikti, Mendikbud, kemudian Unit Pancasila, Kementerian Pertahanan dengan bela negara," ujar Tito.

Sedangkan yang dilakukan kepada pelaku-pelaku yang memiliki jaringan menurut Tito, yang berperan adalah kekuatan intelijen. Karena, intelijen akan mendalami struktur jaringan mereka dengan detail dan melakukan pengawasan sampai kemudian dapat mencium bila ditemukan pergerakan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement