Selasa 04 Jul 2017 21:27 WIB

Kajian EIU Menjawab Keraguan soal Pertanian Indonesia

Rep: EH Ismail/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Yavet Blesiah (berkaos kuning), peternak Kelurahan Makotyamsa, Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong, Papua Barat yang mendapatkan bantuan hand tractor dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Mentan hadir di Kelurahan Malawili, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Papua Barat, dalam rangka melakukan kunjungan kerja sekaligus meresmikan Gerakan Tanam Padi dan Inseminasi Buatan Sapi di kabupaten itu, Selasa (20/6).
Foto: Republika/EH Ismail
Yavet Blesiah (berkaos kuning), peternak Kelurahan Makotyamsa, Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong, Papua Barat yang mendapatkan bantuan hand tractor dari Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Mentan hadir di Kelurahan Malawili, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Papua Barat, dalam rangka melakukan kunjungan kerja sekaligus meresmikan Gerakan Tanam Padi dan Inseminasi Buatan Sapi di kabupaten itu, Selasa (20/6).

REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta --  Lembaga riset dan analisis ekonomi internasional yakni The Economist Intelligent Unit (EIU) dan Barilla Center for Food and Nutrition (BCFN) Foundation merilis Indeks Keberlanjutan Pangan atau Food Sustainability Indeks (FSI). Hasilnya sektor pertanian Indonesia masuk 25 besar atau lebih tepatnya peringkat ke-21

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Herman Khaeron mengatakan melonjaknya laju pertanian di Indonesia sebagaimana hasil studi The Economist Intelligence Unit (EIU) tersebut merupakan wujud kesinambungan kinerja Kementerian Pertanian (Kementan).

"Keberhasilan ini tidak terlepas dari upaya panjang menuju kedaulatan, kemandirian, ketahanan, dan keamanan pangan dari kinerja pemerintahan sebelumnya yang tidak terputus dilanjutkan oleh pemerintahan saat ini," ujar dia di Jakarta, Selasa (4/7).

Kesuksesan itu, lanjut Herman, pun tak lepas dari kerja sama dari seluruh instansi terkait, baik di pemerintahan, DPR, pemerintah daerah (pemda), serta petani."Atas prestasi tersebut, (Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Kementan, red) pantas diberikan apresiasi," ungkapnya.

Politikus Demokrat ini pun berharap, Menteri Amran dan segenap jajaran Kementan tidak berpuas diri dan terus meningkatkan kinerjanya kedepannya. "Karena tantangan bidang pangan kedepan akan semakin berat," kata Herman mengingatkan.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir, berpendapat capaian signifikan tersebut membuktikan perkembangan sektor pertanian di Indonesia selaras dengan program pemerintah.

"Bagi yang masih meragukan sudah terjawab. Semuanya sudah sangat transparan sekali, bahwa Indonesia pertaniannya memang hebat," tutup Winarno.

Artinya, pertanian kita mengalami kemajuan yang signifikan dibanding tahun sebelumnya, karena badan dunia juga seperti FAO mengàpresiasi kemajuan yang dicapai Indonesia. Indonesia pun menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara atau Asean yang sukses menembus 25 besar.

Sebelumnya, Parlindungan Purba Ketua Komite II DPD RI  juga menyampaikan bahwa torehan positif dari lembaga internasional tersebut membanggakan Indonesia."Ini berkat kerja keras pemerintah yang telah mulai membuahkan hasil yang menggembirakan," jelas Anggota DPD dari Sumatera Utara itu.

Parlindungan, mengatakan Menteri Amran dan stafnya pun telah berhasil membina kerja sama dengan instansi terkait, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera), TNI, serta lainnya dalam masalah irigrasi dan sebagainya.

Penelitian menggunakan pertimbangan 2/3 penduduk dunia berada di 25 negara tersebut dan sudah mencakup 87 persen dari total PDB dunia.

Riset FSI sendiri disusun berdasarkan 58 indiaktor dan mencakup empat aspek. Yakni, secara keseluruhan (overall), pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), kehilangan/susut pangan dan limbah (food loss and waste) serta aspek gizi (nutritional challenges).

Secara keseluruhan, Indonesia berada di peringkat 21 dengan skor 50,77 setelah Brasil serta berada di atas Uni Emirat Arab, Mesir, Arab Saudi, dan India.

Untuk sustainable agriculture, Indonesia bercokol di rangking 16 (53,87) setelah Argentina serta berada di atas Cina, Ethiopia, Amerika Serikat, Nigeria, Arab Saudi, Afrika Selatan, Mesir, Uni Emirat Arab, dan India.

Pada kategori ini, Indonesia mendapat skor tinggi pada ketersediaan sumber daya air yang melimpah, rendahnya dampak lingkungan sektor pertanian pada lahan, keanekaragaman hayati lingkungan, produktivitas lahan, serta mitigasi perubahan iklim.

Sementara itu, dari aspek food loss and waste, Indonesia bertengger di peringkat 24 (32,53) setelah Uni Emirat Arab dan berada di atas Arab Saudi. Indonesia termasuk dalam kategori sedang dalam upaya mengatasi masalah kehilangan makanan (food loss).

Selanjutnya aspek nutritional challeges, Indonesia masuk peringkat 18 (56,79) setelah Brasil serta berada di atas Turki, Rusia, Mesir, Meksiko, Afrika Selatan, Nigeria, dan India. Pada kategori itu, Indonesia dipandang mampu mengatasi masalah defisiensi micronutrient, prevalensi kelebihan gizi, kurang gizi, kelebihan gula, serta mampu membeli makanan segar.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement