Rabu 05 Jul 2017 14:14 WIB

Jalani Pernikahan Silang, Anggota Sinagog Inggris Merosot

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
 Rabbi kepala Ephraim Mirvis dan Sekjen Persatuan Muslim Inggris Ibrahim Mogra nampak serius memotong-motong sayur di sebuah dapur sinagog Edgware United, London, Inggris (Ilustrasi)
Foto: theguardian
Rabbi kepala Ephraim Mirvis dan Sekjen Persatuan Muslim Inggris Ibrahim Mogra nampak serius memotong-motong sayur di sebuah dapur sinagog Edgware United, London, Inggris (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Jumlah anggota Sinagog di Inggris turun dalam 30 tahun terakhir. Penurunan ini sebagai akibat pernikahan silang komunitas Yahudi.

Laporan yang dirilis The Institute for Jewish Policy Research (JPR) dan Board of Deputies of British Jews menyebutkan, meski jumlah sinagog bertambah, jumlah anggotanya turun hingga 20 persen dalam satu generasi. Kondisi ini terjadi seiring makin maraknya pernikahan lintas agama di kalangan komunitas Yahudi.

Pernikahan lintas agama juga memengaruhi keputusan untuk bergabung di sinagog karena ada kekhawatiran soal penerimaan komunitas atas pasasangan non Yahudi. Turunnya tingkat kelahiran juga membuat populasi Yahudi terus mengecil.

Laporan ini juga menyatakan, dalam beberapa bagian di komunitas Yahudi, usia pasangan yang memilih memiliki anak makin ke angka usia dewasa dan jumlah anak yang lahir di komunitas ini juga makin sedikit, demikian dilansir The Telegraph, Rabu (5/7). Tren ini secara global bisa berdampak pada berkurangya kecenderungan warga komunitas Yahudi bergabung di sinagog.

Faktor lainnya adalah meningkatnya pendekatan individualistik dan sikap skeptis tentang peran agama di masyarakat. Pergeseran ini lebih banyak karena faktor keputusan personal sehingga indentitas seorang Yahudi jadi lebih cair.

Di sisi lain, laporan ini mencatat komunitas Ortodoks keras atau yang dikenal sebagai haredi, terus tumbuh karena tingginya angka kelahiran. Data menunjukkan, sekolah Ortodox yang dibuka meningkat 28 persen dibanding 10 tahun sebelumnya.

Anggota komunitas Ortodox keras meningkat 139 persen dari 4.489 jiwa pada 1990 menjadi 10.712 jiwa pada 2016. Ini berarti, ada 240 keluarga baru dalam komunitas ini tiap tahunnya.

Direktur Eksekutif JPR Jonathan Boyd mengatakan, temuan timnya menunjukkan hanya kelompok Ortodoks keras yang menunjukkan pertumbuhan. ''Trennya menunjukkan kelompok Ortodoks akan berada di posisi penting ke depan, tidak hanya dari sisi jumlah anggota sinagog tapi juga bagaiman Judaisme dipraktikkan, dilihat, serta dipahami orang lain,'' ungkap Boyd.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement