REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sejumlah pengusaha tekstil yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengaku dirugikan dengan penerapan aturan yang melarang pabrik menjual barang produksinya ke perusahaan yang tidak termasuk kategori Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan, aturan baru tersebut diberlakukan setelah adanya program pengampunan pajak alias tax amnesty. Sebelumnya, industri dapat menjual produk langsung ke pengusaha non-PKP.
Namun, setelah praktik tersebut dilarang, industri merasa kesulitan mencari PKP yang mau membeli produk mereka. "Akibatnya gudang-gudang kita penuh sama barang yang tidak bisa dijual," ujar Ade, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (5/7).
Ia menilai, pemerintah seharusnya memberikan solusi atas penerapan aturan baru tersebut. Sebab, kata dia, industri tentu tidak memiliki data perusahaan mana saja yang berstatus PKP. Sementara, jika pabrik menjual ke pengusaha non-PKP, mereka bisa dikenai ancaman sanksi.
Jika pemerintah tidak segera memberikan solusi, Ade pesimistis industri pertekstilan dapat tumbuh positif. Sebab, jika dilihat dari data penjualan tekstil di pasar domestik, permintaan produk tekstil terus menurun sejak lima tahun terakhir.
Hal terbaru, Ade menyebut pada kuartal kedua 2017 permintaan anjlok sampai 30 persen. Karenanya, ia sangat berharap pemerintah peka dan memberikan stimulus yang diharapkan dapat membuat industri tekstil di pasar lokal kembali bergairah.