REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Ditjen Imigrasi Kemenkumham Zaeroji menyebut imigrasi terus melakukan pengetatan lalu lintas antara Indonesia-Filipina. Imigrasi juga sekaligus mencegah WNI yang berangkat ke wilayah konflik, Marawi, Filipina.
Pencegahan itu khususnya terkait WNI yang dicurigai akan bergabung dengan kelompok teror Maute yang terafiliasi ke ISIS. Namun pencegahan ini diakui tidak cukup mudah.
"Mencegah ke Marawi itu kita bisa cegah. Niatnya ini kan yang kita tidak tahu, kita tak bisa lihat itu kan kalau mau ke Filipina, kebanyakan mereka transit," kata Zaeroji, Kamis (6/7).
Menurut Zaeroji, tentu saja imigrasi berupaya menghalau teroris. Salah satunya juga saat memantau pergerakan calon-calon tenaga kerja prosedural. Menurut dia, tenaga kerja ke luar negeri juga harus melalui wawancara ketat. Imigrasi tentu dirasa perlu mencurigai ada yang berangkat ke Filipina.
"Itu kan kita melarang kalau kita tahu dia WNI mau ke sana (Marawi), mereka kan perginya ke Malaysia, transit di sana," katanya.
Baca: Imigrasi Sebut WNI yang Pulang dari Marawi Bukan Teroris
Dia menambahkan upaya-upaya seperti penundaan penerbitan paspor maupun keberangkatan sudah menjadi tugas Imigrasi sejak lama. Setidaknya hingga saat ini terhitung ada 800 lebih pemberangkatan dan 4.000 lebih paspor yang ditunda sementara oleh Ditjen Imigrasi.
Memang, di sini Imigrasi mengakui diperlukan kerja sama seluruh stakeholder. Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham Ronny F Sompie mengatakan selalu mendapat data dari kepolisian maupun BNPT sehingga ketika ada WNI yang kemungkinan bergabung dengan ISIS, apakah itu tertekan, atau dengan kesadaran sendiri, maka imigrasi sudah punya antisipasi mulai dari pencegahan paspor sampai keberangkatannya.
"Itu sudah kita antisipasi. Cara meminimalisirnya adalah kerja sama. Nggak bisa imigrasi mengetahuinya karena imigrasi tak hanya menyidik teroris," kata Ronny.
Ronny menyebutkan imigrasi hanya berkerja berdasar data kemudian mengantisipasi dan membantu lembaga terkait mengenai teroris. Imigrasi dapat menunda keberangkatan kemudian diserahkan ke instansi terkait untuk dilakukan tindakan lebih lanjut.
Kedua, pengetatan, seperti halnya pencabutan paspor bagi WNI yang terlibat. Imigrasi berusaha tidak memberikan paspor. Pencabutan paspor tentu berkaitan dengan kegiatan penegakan hukum, dalam hal ini apakah dari penyidik polri maupun BNPT apabila ada permintaan resmi.
"Karena belum secara spesifik diatur di UU terorisme yang kini sedang diupayakan, maka tugas kami sebatas itu," jelas Ronny.