REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution enggan mengomentari rencana pemindahan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa yang kini kajiannya masih dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
"Itu biarlah studinya selesai dahulu dari Bappenas," kata Darmin usai rapat paripurna DPR di Jakarta, Kamis (6/7).
Sebelumnya, Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro sempat menuturkan bahwa Presiden RI Joko Widodo meminta pihaknya melakukan kajian yang mendalam dan komprehensif terkait dengan rencana pemindahan ibu kota negara.
Pada akhir tahun ini, lanjut Bambang, Bappenas menargetkan akan merampungkan kajian terkait dengan rencana pemindahan ibu kota negara tersebut.
Dengan selesainya kajian tersebut, persiapan-persiapan untuk merealisasikan rencana pemindahan ibu kota tersebut mulai dapat dilakukan.
Pemindahan ibu kota negara sendiri dinilai memang harus dilakukan ke luar Pulau Jawa mengingat ketersediaan lahan yang lebih memadai. Kendati demikian, Bappenas belum menyebutkan secara spesifik di mana lokasi tujuan pemindahan ibu kota negara tersebut. Kalimantan disebut-sebut sebagai tempat tujuan pemindahan ibu kota tersebut.
Bappenas juga menyebutkan ada beberapa kota kandidat yang berpotensi menjadi ibu kota baru, salah satunya adalah Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Terkait dengan munculnya nama Palangkaraya sebagai kandidat ibu kota baru karena hal tersebut juga pernah digagas oleh presiden pertama Indonesia Soekarno.
Soekarno pernah mewacanakan agar ibu kota dapat berpindah ke Palangkaraya, tepatnya pada tahun 1950-an. Proklamator kemerdekaan tersebut bahkan pernah mengunjungi kota yang terletak di tengah Indonesia itu untuk meninjau perkembangan kota yang dilintasi Sungai Kapuas tersebut.
Bambang mengatakan bahwa saat ini Tim Bappenas sedang menganalisis kriteria wilayah, kemudian kesiapan dan ketersediaan lahan, hingga sumber pendanaan untuk pembangunan ibu kota baru tersebut.
Rencana pemindahan ibu kota sendiri muncul kembali karena dinilai adanya kebutuhan pembentukan pusat ekonomi baru. Pulau Jawa dianggap terlalu mendominasi kegiatan perekonomian Indonesia. Itu pun aktivitas perekonomian di Jawa lebih banyak terkonsentrasi di kawasan Jabodetabek atau DKI Jakarta, belum merata ke seluruh lapisan.
Bila rencana tersebut benar-benar terealisasi, lanjut Bambang, beban Jakarta yang kini dianggap terlalu berat karena berperan ganda sebagai pusat pemerintahan, keuangan sekaligus pusat bisnis, dapat berkurang.