Kamis 06 Jul 2017 15:05 WIB

Cara Taman Nasional Way Kambas Menjaga Hutan

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Dwi Murdaningsih
Penangkaran Gajah, Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung, (20/3).
Foto: Republika / Darmawan
Penangkaran Gajah, Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Lampung, (20/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penanaman tumbuhan pionir dan anti api adalah salah satu cara efisien mengatasi kebakaran hutan. Beberapa tanaman tersebut yakni Sempu, Sungkai dan Puspa.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Aliansi Lestari Rimba Terpadu (Alert) Marcellius Adi dalam acara Pojok Iklim dengan tema Reforestasi Bersama Masyarakat di Taman Nasional Way Kambas (TWNK)  di gedung Manggala Wanabakti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu (5/7).

"Tanaman tahan api tersebut akan kembali tumbuh meski telah terbakar," katanya. Dengan catatan, telah memiliki akar yang kuat.

Salah satu masalah terbesar taman nasional ini adalah degradasi habitat yang sebagian besar diakibatkan karena terjadinya kebakaran hutan dengan intensitas tinggi setiap tahunnya. Terutama sejak 1980 hingga 2000.

"Contohnya pada tahun 1997, hampir 70 persen wilayah TNWK terbakar," ujar dia.

Selain menanam tanaman tahan api, juga dilakukan penanaman tanaman pakan gajah dan badak. Seperti diketahui, di Way Kambas hidup pula mamalia besar selain gajah seperti tapir, badak dan harimau.

Banyak alang-alang yang tumbuh di taman wisata ini dan mengakibatkan dinding api setinggi tiga meter. Dengan pemeliharaan tanaman yang sudah ada tersebut dapat mengurangi alang-alang.

Ia menambahkan, pembakaran yang dilakukan tak jarang untuk melokalisasi satwa sekaligus mengalihkan perhatian polisi hutan untuk kemudian penyusup masuk melalui celah yang lain. Untuk itu, reforestasi dilakukan di pinggiran akses masuk.

Sedikitnya ada empat akses masuk ke TNWK seperti Mataram Bungur, Susukan Baru, Bambangan dan Rawa Sandat. Di lokasi tersebut dibangun kamp atau gubuk. Marcel mengatakan, pihaknya melibatkan masyarakat setempat untuk menjaga di kamp reforestasi yang ada.

"Tentunya dengan memberikan insentif," katanya.

Untuk diketahui, masyarakat Way Kambas merupakan pekebun yang bisa meninggalkan ladangnya hingga 3 hari.

Selain cara reforestasi efisien tersebut, idealnya, ia melanjutkan, Taman Nasional Way Kambas mempunyai sumur dalam dengan pompa matic. Dengan tenaga solar cell, pompa akan bergerak dan menyalurkan air.

Diperkirakan, untuk memiliki sumur dalam dengan pompa matic tersebut membutuhkan Rp 50-70 juta tergantung lokasi. Ketersediaan air yang sangat penting terutama di hutan seperti Way Kambas. Sebab, selain untuk mengatasi kebakaran, di sana juga sulit mencari lokasi minum bagi para satwa.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement