Jumat 07 Jul 2017 15:05 WIB

Kebijakan LHS tak Hanya untuk Penuhi Beban Kerja Guru

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Indira Rezkisari
Seorang guru honorer melakukan proses belajar mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Bandung III Jombang, Jawa Timur, Selasa (24/11).
Foto: ANTARA FOTO/Syaiful Arif
Seorang guru honorer melakukan proses belajar mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Bandung III Jombang, Jawa Timur, Selasa (24/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy membantah kebijakan lima hari sekolah (LHS) hanya untuk memenuhi tugas guru selama 40 jam dalam sepekan.

“Permendikbud 23 Tahun 2017 (tentang Hari Sekolah) nggak ada urusan langsung dengan ngajar siswa,” kata dia di Jakarta, Jumat (7/7).

Sebelumnya, Kemendikbud menyamakan beban kerja guru seperti ASN sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2017 tentang Revisi Beban Kerja Guru. Sebelumnya, beban kerja guru yakni 24 jam tatap muka per minggu. Namun, berdasarkan PP 19/2017 menjadi 40 jam sepekan.

Dalam PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru disebutkan beban kerja guru diukur dari tatap muka di kelas, yakni minimal 24 jam. Tidak banyak guru yang mampu memenuhi target tersebut. Padahal, ia mengatakan, dalam UU Sistem Pendidikan Nasional disebutkan tugas guru tidak hanya mengajar, yakni merencanakan, melaksanakan, tatap muka, menilai, membimbing, melaksanakan tugas tambahan. Namun, selama ini hanya mengajar yang dihitung sebagai tugas guru.

“Akibatnya fatal sekali. Banyak guru yang tak penuhi 24 jam. Akhirnya cari sekolah lain,” ujar Mendikbud.

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menilai sistem tersebut berakibat fatal terhadap tugas guru yang salah satunya mengajarkan karakter pada siswa. Sistem itu justru membuat guru hanya menganggap sekolah sebagai tempat transit, karena kegiatannya hanya datang, mengajar dan pergi.

“Bagaimana sekolah bisa jadi tempat pendidikan karakter. Makanya saya alihkan, samakan dengan beban ASN,” ujar dia.

Mendikbud mengatakan guru harus ada di sekolahnya karena sudah ada konversi beban kerja. Ia meyakini sistem ini justru memudahkan guru memenuhi syarat mendapat tunjangan profesi.

Mendikbud mengatakan menyamakan beban kerja guru dengan PNS secara filosofis bertujuan untuk mengembalikan peran guru 'ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani' (memberikan tauladan di depan, membangun semangat di tengah, memberikan dorongan dari belakang).

“Kalau guru hanya datang dan pergi, bagaimana bisa memberikan inspirasi, motivasi ke siswa,” jelasnya.

Umi Nur

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement