REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemindahan Ibu Kota dari DKI Jakarta ke Pulau Kalimantan jangan sampai memperberat beban perekonomian. Khususnya dalam merancang beragam infrastruktur baru yang memadai guna membuat suatu tata kota yang tepat sebagai pusat pemerintahan.
Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono dalam rilis, Jumat (7/7), menyatakan perpindahan ibukota bukannya menumbuhkan tetapi justru menggerus ekonomi negara. Menurut dia, hal tersebut akan menambah beban negara, antara lain besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur baru serta memiliki dampak yang signifikan kepada warga.
"Masyarakat harus mengeluarkan biaya ekstra untuk melakukan pengurusan surat-surat yang berhubungan dengan perizinan dari pemerintah pusat," ujar dia.
Politikus Partai Gerindra itu mengingatkan selain infrastruktur perekonomian yang terpusat di Jawa, sekitar 60-70 persen penduduk Indonesia tersebar di pulau ini. Karena itu, ia menilai implementasi rencana pemindahan Ibu Kota tersebut akan sukar dilakukan, terlebih karena masyarakat dan pemangku kepentingannya juga terpusat di Jawa.
Sebelumnya, konsep Megapolitan yang menggabungkan antara wilayah DKI Jakarta dan beberapa kota administrasi di sekelilingnya dinilai merupakan alternatif dari wacana pemindahan Ibu Kota yang sedang digodok pemerintah.
"Saya sampai sekarang masih menganggap teori Megapolitan Bang Yos (mantan Gubernur DKI Sutiyoso) masih masuk akal," kata Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah di Jakarta, Selasa (4/7).
Menurut dia, teori Megapolitan tersebut masuk akal antara lain mengingat beragam kondisi yang ada di wilayah DKI Jakarta pada saat ini. Ia mengingatkan saat ini semua pejabat negara dan lembaga negara masih ada di Jakarta.
Dengan demikian, dia melanjutkan, wacana pemindahan Ibu Kota masih perlu dikaji lebih cermat dan mendalam lagi. Fahri juga menyayangkan terkait hal itu belum terlihat adanya rembukan bersama dengan sejumlah kepala daerah lainnya di sekitar Jakarta.