REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Kemenag Kota Tasikmalaya mengakui kekurangan jumlah guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di berbagai jenjang pendidikan negeri, dari mulai Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Akibatnya, guru mata pelajaran lain pun kerap mengajar PAI guna menutup kekurangan itu.
Kasie Pendidikan Keagamaan Islam Kemenag Kota Tasik, Suryana mengatakan, ada saja sejumlah sekolah yang melakukan penambalan atas kurangnya guru PAI. Apalagi, PAI merupakan pelajaran wajib sehingga bagaimanapun caranya, sekolah berusaha menutup kekurangan itu.
"Ada kemungkinan (guru mata pelajaran lain ngajar PAI), misal di Kecamatan Indihiang ijazah guru umum tapi ngajar agama karena ada latar belakang pesantren. Ini kebijakan sekolah untuk menutup kekurangan karena pengajaran agama wajib dan pengangkatan guru PAI dari pemerintah tidak ada," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (7/7).
Ia merinci, untuk kekurangannya sendiri bervariatif, dari jenjang SD sampai SMA. Dari 288 jumlah SDN di Kota Tasik, kebutuhan guru PAI mencapai 332 orang. Tetapi realitanya baru ada 162 orang saja. Sedangkan dari 21 SMPN jumlah kebutuhan guru PAI sebanyak 76 orang dengan realisasi hanya 47 orang.
"Kalau SMAN ada sepuluh sekolah, kebutuhan guru PAI 38 orang, tapi baru ada 17 saja. Sama juga di SMKN yang jumlahnya empat sekolah, kami cuma ada tujuh guru dari total kebutuhan standar 20 orang," ujarnya.
Sebagai upaya solusi, sekolah-sekolah tersebut mempekerjakan guru PAI dengan status honorer. Adapun bagi sekolah yang tak mampu menyediakan guru honorer, tentu guru mata pelajaran lain diminta kesediaan mengajar PAI.
Di sisi lain, tak hanya jumlahnya yang bisa dikatakan defisit, kesejahteraan guru PAI pun sulit terpenuhi, khususnya bagi yang berstatus honorer. Ia menyayangkan Pemkot Tasik enggan mengeluarkan SK bagi guru PAI honorer.
"Kalau ada (SK Pemkot) bisa cairkan dana di Kemenag tunjangan profesi 1,5 juta per bulan, tapi dari pemerintah tidak boleh berikan SK alasannya pegawai urusan pusat dan dikhawatirkan guru-guru nuntut diangkat jadi PNS, padahal menuntut PNS mah hak mereka," jelasnya.