Sabtu 08 Jul 2017 03:30 WIB

PLN Bantah Pencabutan Subsidi Listrik Sebabkan Inflasi

Rep: Frederikus Bata/ Red: Ilham Tirta
Inflasi
Inflasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN Persero membantah kebijakan pencabutan subsidi listrik 900 volt ampere (VA) bagi 18 juta pelanggan menjadi salah satu penyebab kenaikan inflasi. Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan, kebijakan ini justru mengurangi uang yang beredar di masyarakat.

"Enggak ada kaitannya, gimana menghubungkannya? Yang namanya inflasi adalah gejala kenaikan harga secara menyeluruh. Nah kenaikan harga itu, disebabkan karena jumlah uang yang beredar semakin banyak. Sekarang ada sekitar 18 juta yang dianggap mampu, harus membayar listrik, kan duitnya buat bayar listrik. Ibaratnya begitu," kata Made saat dihubungi Republika.co.id, pada Jumat (7/7).

Ia menjelaskan, kebijakan pencabutan subsidi 900 VA golongan mampu berlaku per 1 Januari 2017. Sejak saat itu, ada sebagian uang pelanggan beralih ke rekening PLN. Otomomatis masuk di sistem perbankan.

"Nah sekarang setelah dicabut subsidinya, pembayaran per kwh menjadi Rp 1.352 per kwh. Sebagian duitnya belanja ke ritel digunakan untuk membayar listrik ke PLN, kan masuk ke sistem perbankan. Jadi duit yang beredar di tangan masyarakat berkurang, seharusnya menurunkan inflasi," kata Made.

Ia menerangkan, perhitungan tarif dasar listrik (tarif adjustment) disebabkan tiga hal. Pertama kurs, kemudian harga minyak mentah Indonesia, berikutnya inflasi. "Listrik itu naik atau turunnya karena adanya perubahan, inflasi atau deflasi, gimana kita dibilang meningkatkan inflasi, padahal harga listrik itu dasarnya karena ada inflasi. Seolah diputarbalikkan faktanya," ujar Made.

Ia menyarankan, jika ingin menanggulangi inflasi, sebaiknya Bank meningkatkan suku bunga simpanan. Sehingga masyarakat lebih tertarik menabung, dengan demikian banyak uang yang masuk ke sistem perbankan. "Kan sama kalau dibayarkan ke PLN, untuk bayar listrik, kan masuk ke sistem perbankan. Jadi duit yang beredar di tangan masyarakat berkurang, seharusnya itu menurunkan inflasi," ujar Made.

Sebelumya Peneliti Institute for Development if Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebutkan salah satu penyebab tingkat inflasi yang mencapai 4,37 persen karena ada penyesuaian tarif listrik sejak awal tahun. Hal tersebut menurutnya menggerus daya beli masyarakat.

Ia mencontohkan bagaimana pada semester I 2017, sektor ritel hanya tumbuh 3,8 persen. Penyebab lainnya lantaran suku bunga kredit yang masih mahal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement