REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Sebanyak 122 negara telah menyepakati perjanjian pelarangan penggunaan senjata atau bom nuklir. Perjanjian tersebut disetujui di markas besar PBB di New York, Amerika Serikat, Jumat (7/7).
Perjanjian tersebut dibuat untuk menghindari bencana hebat yang disebabkan oleh senjata nuklir seperti yang pernah dunia lihat pada Perang Dunia II. Tepatnya ketika pasukan sekutu membombardir Jepang di kota Hiroshima dan Nagasaki.
"Sudah tujuh dekade, sejak dunia mengetahui kekuatan penghancuran senjata nuklir dan sejak hari pertama (konferensi) ada seruan untuk melarang senjata nuklir," ungkap Ketua Konferensi PBB Whyte Gomez, seperti dilaporkan laman the Guardian.
Ini adalah pernyataan yang sangat jelas bahwa masyarakat internasional ingin beralih ke paradigma keamanan yang sama sekali berbeda, yang tidak termasuk senjata nuklir di dalamnya.
Beatrice Fihn dalam Kampanye Internasional untuk Menghapus Senjata Nuklir di Jenewa, Swiss, mengatakan, perjanjian terbaru ini akan melengkapi larangan penggunaan seluruh jenis senjata berbahaya. "Kami melarang senjata biologis 45 tahun lalu, kami melarang senjata kimia 25 tahun lalu, dan hari ini kami melarang senjata nuklir," ucap Fihn.
Kendati demikian, negara-negara yang masih memiliki senjata nuklir memboikot perjanjian tersebut. Salah satunya adalah Inggris yang tidak menghadiri perundingan tersebut meski pemerintahannya mengklaim mendukung perlucutan senjata multilateral.
Perjanjian setebal 10 halaman akan dibawa dalam sidang majelis umum tahunan PBB pada September mendatang untuk mendapat tanda tangan dari negara-negara anggota. Dalam dua tahun, perjanjian tersebut dapat memiliki ratifikasi dari 50 negara yang diperlukan untuk masuk ke dalam undang-undang internasional.
Sementara negara-negara yang memiliki senjata nuklir tidak diharapkan untuk terlibat dalam perjanjian ini dalam waktu dekat. Walaupun pendukung perjanjian antinuklir itu percaya bahwa hal ini merupakan langkah penting untuk menuju dunia bebas-nuklir dengan melarangnya berdasarkan hukum internasional.